Alkitab tidak memberitahu banyak tentang Yusuf, suami Maria. Namun, ada satu hal yang menarik, yang mungkin tidak dimiliki oleh banyak orang apalagi saat ini.
Ketulusan hati.
Kamus sendiri mengartikan kata tulus sebagai suatu sifat yang sungguh-sungguh, bersih hati, dan benar-benar keluar dari hati yang suci, jujur, tidak pura-pura, tidak serong, ikhlas, atau niatnya murni, tidak memiliki motif ganda.
Matius 1:19, "Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam."
Yusuf, tunangan Maria, adalah seorang yang jujur dan baik hati. Ketika Maria memberitahukan kepada Yusuf tentang kehamilannya, Yusuf tidak mau mempermalukan Maria di depan umum dengan mengatakan bahwa Maria sudah melakukan percabulan. Jadi, dia berencana memutuskan pertunangannya dengan Maria secara diam-diam. (TSI)
Joseph, whom people considered to be her husband, was a man who obeyed God's commands. One of those commands was that men must divorce women who had acted immorally. So when Joseph learned that Mary was pregnant, he assumed that she was pregnant as a result of her acting immorally. So he decided to divorce her/to break the engagement. But because he did not want to shame her publicly, he decided to divorce her privately. (DEIBLER)
Menurut referensi lain pun, tulus hati di atas berarti selalu menaati hukum agama, bijaksana, menjunjung tinggi tata susila, seorang yang baik, bertindak bijak, serta terhormat. Itulah yang dilakukan oleh Yusuf, walaupun mungkin waktu itu ia sempat merasa sedih ataupun kecewa ketika mendapati kabar yang awalnya dikira hasil perbuatan dosa.
Walaupun bisa saja Yusuf melakukan tindakan ekstrem, namun ia tidak mau melakukannya ataupun mempermalukan nama tunangannya, Maria, di depan umum. Melainkan, hanya ingin mengakhiri hubungan mereka dengan diam-diam.
Bayangkanlah belas kasihan, hati nurani, serta kebaikan Yusuf! Itulah berkat ataupun manfaat memiliki hati yang tulus. Membuat kita bertindak bijak, meski mungkin mengalami sesuatu yang mengecewakan, ataupun sangat tidak menyenangkan bagi kita (chagrined but noble). Dan memikirkan kehormatan orang lain, apa pun yang sekiranya telah mereka perbuat.
Betapa berbeda dengan kebanyakan orang yang terlihat rohani di luar, tetapi sangat menghakimi, dan memilih mengumbar kesalahan-kesalahan, kegagalan, ataupun kekurangan orang lain yang padahal belum tentu demikianlah kebenarannya, bukan? Atau mungkinkah kita termasuk di antaranya?
Apa pun yang kita alami saat ini, maukah kita untuk belajar memiliki ketulusan hati? Allah pasti membela, bekerja, dan berbelaskasihan juga pada kita.
Mazmur 125:4, "Lakukanlah kebaikan, ya TUHAN, kepada orang-orang baik dan kepada orang-orang yang tulus hati."
Mazmur 97:11, "Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati."
Mazmur 7:10, "Perisai bagiku adalah Allah, yang menyelamatkan orang-orang yang tulus hati."
1 Petrus 4:8 (BSD), "Yang lebih penting dari semua itu, kalian harus sungguh-sungguh mengasihi satu sama lain, sebab dengan saling mengasihi, kalian akan mampu untuk saling mengampuni."
Most of all, love each other as if your life depended on it. Love makes up for practically anything. (MSG)
Most important of all, love each other earnestly/wholeheartedly, because if we love others, we will just ignore many of the sinful things that they do to us. (DEIBLER)
~ FG