GBI PRJ (CK7)

Apakah sekadar sibuk adalah hal yang baik? Banyak orang mungkin terlalu sibuk, padahal itulah penyebab stres serta kecemasan, sehingga mereka mudah lelah, terpeleset dalam dosa, depresi, tidak bahagia, tegang, merasa kering, kosong, dan frustrasi sepanjang waktu. Padahal, Yesus bukan datang untuk memberi kita kehidupan yang seperti itu. Kita perlu menjalani kehidupan yang penuh sukacita dan seimbang.

Matius 11:28-30
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.

Yohanes 10:10
Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.

Mazmur 46:10
"Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!"

Ketika menjadi terlalu sibuk, kita mulai melupakan banyak hal, hubungan dengan orang yang kita cintai, tidak punya waktu untuk suami, istri, atau anak-anak, dan orangtua. Bahkan, makin sibuk, biasanya kita semakin melupakan Tuhan, ataupun sebagian kita malah "terlalu sibuk" bagi Allah.

Nah, bagaimana cara agar menyeimbangkan kehidupan dengan berbagai hal yang ada, terutama saat tekanan hidup membesar? Jawabannya sederhana, Saudara harus memperlambat laju hidup supaya menemukan keseimbangan. Ada sebuah kelegaan rohani dalam segala hal yang Saudara lakukan dan dapat kembali menikmati hidup. Yesus tahu kapan waktu dan caranya beristirahat.

5 hal yang kita pelajari dari Yesus:

•    Slow Down Spirituality (Memperlambat laju hidup dan tidak selalu terburu-buru).
Yesus selalu punya waktu untuk berhenti, berdoa, menghabiskan waktu bersama keluarga, serta teman-teman-Nya. Dia tidak pernah terburu-buru, tergesa-gesa, ataupun kewalahan oleh jadwal. Yesus tidak diburu-buru waktu. Dia memilih untuk tidak mau didesak, ditarik, atau ditekan oleh orang-orang serta tuntutan eksternal.

Seorang teolog Jepang, Kosuke Koyama, menulis sebuah buku berjudul "Three Mile an Hour God." Tiga mil (sekitar 4 kilometer) per jam adalah kecepatan rata-rata manusia saat berjalan. Beliau mengibaratkan, Tuhan berjalan perlahan karena Dia adalah kasih. Kasih memiliki 'kecepatan,' yaitu kecepatan batin dan rohani, yang masuk sampai kedalaman hidup kita, entah menyadarinya atau tidak, baik saat sedang dilanda badai hidup ataupun tidak.

Ketika dunia melaju kencang, pekerjaan begitu banyak, harapan tinggi, dan semuanya mendorong kita bergerak cepat dan melakukan lebih banyak, bagaimana mungkin kita bisa berhenti? Karena itu, saat tidak tergesa-gesa, kita bisa mengatasi masalah dengan benar dan tidak kehilangan sukacita dalam hati. Dengan begitu, kita lebih responsif terhadap Roh Kudus dan mengasihi orang lain.

•    Waktu Sabat (Sabbath Rest). 
Ps. Yonggi Cho biasa mengatakan kepada saya, "Satu hari dalam seminggu, kamu harus mengambil waktu Sabat." Mengasingkan diri sejenak selama beberapa waktu adalah baik. Jiwa kita juga diperkaya. Bukankah pada hari ketujuh, Allah beristirahat? Bukan karena lelah, melainkan Ia berhenti sejenak untuk dapat menikmati ciptaan-Nya, dan memiliki ruang bersekutu dengan kita. 

Dan tahukah Saudara, Adam diciptakan pada akhir hari yang keenam. Artinya, hari pertama manusia adalah Sabat! Serta hal pertama yang dilakukan Adam ialah bersekutu dengan Allah. Manusia diciptakan untuk berdiam di dalam Tuhan, menikmati hadirat-Nya, dan bersekutu dengan Dia, dikasihi oleh-Nya, serta supaya memperdalam hubungan dengan-Nya. Inilah gunanya waktu Sabat. Jiwa kita perlu beristirahat untuk menemukan kelegaan dalam Roh agar ketika kembali bekerja, beban kita menjadi ringan, hidup tidak lagi sulit, dan menemukan keseimbangan.

•    Silence and solitude (Keheningan dan Kesunyian). 
Jangan salah, Yesus bekerja keras. Dia tidak malas, dan selalu melakukan yang terbaik dalam semua pekerjaan-Nya. Namun, Yesus juga sering menarik diri ke tempat-tempat sunyi untuk berdoa di sana.

Lukas 5:15-16
Tetapi kabar tentang Yesus makin jauh tersiar dan datanglah orang banyak berbondong-bondong kepada-Nya untuk mendengar Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka. Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa.

Nah, apakah ini juga menjadi gaya hidup kita, untuk menarik diri ke tempat sunyi dan berdoa? Berdiam adalah kesendirian. Inilah salah satu hal yang paling mencolok dalam kehidupan Yesus. Di seluruh pelayanan-Nya, selalu ada pola atau ritme teratur untuk mundur sejenak saat waktu-Nya sendirian dengan Bapa dalam keheningan dan kesendirian, lalu kembali ke aktivitas-Nya. 

Bahkan, makin Yesus populer dan dicari banyak orang, semakin Dia diam-diam pergi berdoa dan beristirahat, menyelaraskan pikiran-Nya, serta meminta arahan dari Allah Bapa. Yesus juga menginginkan agar para murid-Nya menyendiri, serta beristirahat. Mengertilah prinsip ini, ada keindahan dan kemuliaan saat kita hidup tenang.

Demikian juga, terkadang kita harus melakukan lebih sedikit untuk dapat maksimal. Bukankah semua hal ini sangat berlawanan dengan realitas kehidupan dunia saat-saat ini, di mana segala sesuatu sekitar sangat bising, serba instan dan cepat, tidak ada waktu istirahat? Mirip makan sashimi, pertama kali mencobanya, mungkin tidak suka, tetapi begitu terbiasa memakannya, kita malah menyukainya!

Markus 6:31
Lalu Ia berkata kepada mereka: "Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!" Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun mereka tidak sempat.

Ada satu nasihat dari rasul Paulus yang sangat memberkati dan mengubahkan hidup saya:

1 Tesalonika 4:10-11
Hal itu kamu lakukan juga terhadap semua saudara di seluruh wilayah Makedonia. Tetapi kami menasihati kamu, saudara-saudara, supaya kamu lebih bersungguh-sungguh lagi melakukannya. Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu.

•    Devotional Prayer (Jam-jam doa syafaat) 
Doa adalah pengabdian, di mana kita juga bisa menyampaikan permohonan dan syafaat. Kita semua memiliki kebutuhan, karena itu kita perlu berdoa dalam iman agar Tuhan memenuhinya dan supaya kita juga peduli terhadap orang lain. Jika kita bekerja keras, tetapi kemudian tidak dekat dengan Tuhan atau menjadi seperti Yesus, ada gunanya? Sebab kalau begitu, hubungan kita dengan-Nya hanya berpusat pada diri sendiri dan transaksional.

Doa kita mestinya bersifat devosional, sebuah ungkapan persekutuan penuh kasih dengan Tuhan. Inilah proses di mana kita perlu bertumbuh, karena membutuhkan kedewasaan, sebab kita bersekutu oleh kasih dan sukacita, bukan tekanan, rasa bersalah, atau kesombongan.

Melambat, beristirahat, belajar menikmati hadirat Tuhan, bukan mempromosikan kemalasan, sikap apatis, tumpul, pasif, atau tidak memiliki kepedulian terhadap kebangunan rohani, serta semangat melakukan hal-hal besar bagi Tuhan. Kita tidak melihat itu dalam Yesus, Dia begitu bersemangat dan bekerja keras dalam pelayanan-Nya. Melainkan, kita dapat memperlambat laju hidup, tidak menjadi terlalu sibuk, lalu beristirahat, menikmati waktu sendiri dengan Tuhan, serta mendengar suara-Nya dalam keheningan. Begitulah seorang Kristen yang dewasa.

•    Detachment (Menarik, memisahkan, dan mengasingkan diri). 
Kita bisa mengembangkan pemisahan dari hal-hal duniawi. Ps. Kim Hock, salah satu pendiri City Harvest Church, yang pernah berjuang melawan kanker hati stadium empat, mengatakan, "Saya mengasihi istri dan anak-anak saya, dan saya sangat mengasihi gereja ini, tetapi saya memiliki sukacita batin di dalam Tuhan. Jika Tuhan menyembuhkan saya dari kanker, tentu saja saya akan terus melayani Dia selama sisa hidup, tetapi jika tidak, saya tahu, saya tahu, saya tahu, bahwa kehilangan nyawa dalam tubuh ini berarti saya sudah hidup bersama Tuhan. Jadi apa pun itu, saya memiliki sukacita batin, saya sama sekali tidak takut atau menyesal. Saya merasa sudah terpisah dari hal-hal duniawi."

Pemisahan berarti bebas dari kebutuhan untuk pergi ke suatu tempat, mencapai tingkat kesuksesan atau posisi, memperoleh pengakuan serta ketenaran, banyak uang, bersama orang-orang tertentu agar puas, bahagia, aman, dan merasa bermakna. Jadi, pemisahan itu sangat sederhana. Apa pun yang terjadi, baik atau buruk, kita akan baik-baik saja, dan tidak menjadi emosional, tertekan, atau menyangkali kenyataan, melainkan ada sukacita dan kedamaian batin yang sejati, sebab kebahagiaan kita tidak tergantung pada apa yang di luar, atau kebutuhan untuk membuktikan diri, melindungi diri sendiri, atau mengamankan masa depan kita sendiri.

Yesus saja memilih mengasingkan diri sebagai bentuk pemisahan dari semua yang Dia butuhkan dan inginkan di dunia ini. Ia tidak frustrasi, tidak ada rasa takut dalam Dia. Yesus bersukacita dengan Bapa surgawi. Sekalipun harus disalib, ditolak orang-orang, menderita, dan mati di kayu salib, Dia tidak merasa kalah atau menyia-nyiakan hidup dengan mempercayai Bapa. Jika kita juga memiliki pola pikir seperti itu, kita akan mulai mengalami sukacita surgawi, kebebasan sejati setiap hari, kehidupan rohani dengan cara yang benar-benar baru, serta kesadaran akan hadirat Tuhan lahir kembali dalam hati. 

Tuhan Yesus Memberkati