Lukas 15:31, "Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu."
"Anakku," kata ayahnya kepada anak yang sulung dalam perumpamaan tentang anak yang hilang—lihatlah, tidak ditulis juga tentang anak bungsu yang hilang. Kita tahu bahwa sesungguhnya anak yang sulung itu jugalah yang hilang di rumah bapanya sendiri.
Menurut Pdt. Rubin Ong, ketika sang ayah tersebut memanggil anak sulungnya, "Anakku," dan ayahnyalah yang menghampiri dia ke luar dan membujuk dia (ayat 28), mungkin ada jeda sekian lama sebelum meneruskan perkataannya bahwa anak sulungnya itu selalu bersama dengannya dan segala kepunyaan ayahnya adalah kepunyaannya juga. Sekembalinya anak yang bungsu, adiknya sendiri, yang tidak disebutnya juga sebagai adik melainkan anak bapa (ayat 30), tidak akan mengurangi apa yang menjadi milik si sulung sendiri.
Betapa pedih mungkin hati sang ayah menjelaskan bahwa semestinya anaknya yang sulung itu menyadarinya, dan ikut bersukacita, bergembira karena adiknya yang telah hilang, akhirnya kembali ke rumah dalam keadaan sehat tubuh, jiwa, dan pikiran (ayat 27). Namun, ia tidak bersedia, seolah ia tinggal di rumah bukan karena mengasihi ayahnya ataupun adiknya, melainkan mungkin supaya dapat bekerja di ladang sang ayah dan memperoleh sesuatu (ayat 25).
Mungkin sering kali maupun saat-saat ini Tuhan sedang memanggil kita, "Anak-Ku," untuk berbicara dengan kita, untuk menyadarkan, mengingatkan kita. Dalam kesombongannya pun anak yang sulung membangga-banggakan telah bertahun-tahun melayani bapanya dan belum pernah --sekali pun?!-- melanggar perintahnya, serta menghakimi mengungkit-ungkit kesalahan adiknya itu sendiri (ayat 29 – 30).
Bagaimana dengan kita saat ini? Apakah kita masih seperti anak yang sulung? Maukah kita mendengarkan teguran Allah Bapa kita? Masihkah kita mengeraskan hati, berkeras kepala, dan sikap kita terhadap peringatan dan tuntunan-Nya yang lemah lembut di hati kita? Akankah kita dengan rendah hati, tidak membangga-banggakan diri, ataupun tidak iri hati terhadap orang lain, terutama anggota keluarga kita sendiri?
"No one is a failure until they blame somebody else." (Charlie Tremendous Jones)
~ FG