GBI PRJ (CK7)

Ketika hendak membeli sebuah jam tangan digital, seorang pengerja toko olahraga menyarankan kepada saya untuk memilih sebaiknya yang mana. Melihat sesaat perawakannya, ia tampak biasa-biasa saja, namun saat mengobrol, rupa-rupaya ia merupakan atlet!

Pernah juga waktu menyaksikan tayangan di media sosial, seorang YouTuber mengundang dan menampilkan bintang tamu yang bernama Agus Prayogo. Awalnya, saya sangsi apakah tips-tips yang diutarakan benar, apalagi dikatakan bahwa tamunya merupakan pelari nomor satu di Indonesia. Setelah mencoba membaca-baca referensi artikel, ternyata benar beliau atlet kebanggaan bangsa ini!

Bagaimana dengan Saudara, seringkah pula menilai orang-orang lain dari penampilan luarnya saja maupun mengandalkan impresi atau kesan pertama?

Terutama dalam perkara iman ataupun kerohanian, masihkah suka membeda-bedakan orang, menganggap yang satu lebih penting ketimbang yang lain, ataupun pilih-pilih kasih?

Yakobus 2 : 1 (BIS), "Saudara-saudaraku! Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan Yang Mahamulia, janganlah kalian membeda-bedakan orang berdasarkan hal-hal lahir."

Saudara-saudaraku, kalian sudah percaya kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia. Karena itu, janganlah membeda-bedakan orang dengan melihat penampilannya. (BSD)

SAUDARA sekalian yang saya kasihi, bagaimana Saudara dapat mengatakan bahwa Saudara milik Yesus Kristus, Tuhan Yang Mahamulia, jika Saudara mengistimewakan orang kaya, sedangkan orang miskin Saudara pandang rendah? (FAYH)

Catatan Full Life menyatakan, memandang muka berarti memberikan perhatian khusus terhadap orang-orang tertentu oleh sebab kekayaan, busana maupun sekadar kedudukan. Melakukan seperti itu salah karena:

• Tidak menyenangkan hati Allah, Ia tidak pernah memandang penampilan lahiriah, melainkan hati orang
• Tidak didorong oleh kasih yang murni untuk semua orang
• Tidak adil sebab menunjukkan sikap memihak, dan biasanya bermotivasi untuk peroleh keuntungan

Lain hari, jika bertemu orang yang sepertinya kurang sesuai ekspektasi kita, akankah kita terus berpegang pada pemikiran demikian? Maukah belajar menghargai setiap orang secara apa adanya?

Pun lagipula, tanpa anugerah, pertolongan dan kasih setia Tuhan, siapakah kita ini, selain seseorang yang sesungguhnya tidak layak menerima berkat serta semua yang baik itu dari-Nya?

~ FG