Ketika Saul sebelum menjadi raja, ia mau mendengarkan bahkan sekadar perintah dari seorang hambanya (lih. 1 Sam. 9:9-10), tetapi setelah ia berlaku sebagai raja, mengapa ia mengeraskan hati tidak mau mendengar perkataan dari nabi Samuel dan menaati Allah (lih. 1 Sam. 10:38, 13:8, 15:19-22)?
John Stott pernah mengatakan, "The chief occupational hazard of leadership is pride,"atau celah utama yang membahayakan dalam kepemimpinan adalah kesombongan, keangkuhan, kepongahan.
"Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum. Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya. Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: 'Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami'" (Luk. 7:1-5).
Seorang perwira pada ayat di atas sudi memohon pertolongan Yesus setelah mendengar tentang Dia. Mungkin ia juga sudah tidak punya jalan keluar lagi ataupun orang-orang yang bisa diandalkan dan diharapkannya. Entah apa yang akan terjadi bila ia waktu itu tak mau mendengar tentang Dia.
Namun perwira itu, kepala seratus orang prajurit (centurion) dengan rendah hati memohon kepada Seorang asing yang tergolong dalam jajahan. Ia percaya Dia, Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan (lih. Why. 19:16), berkuasa dan sanggup menyembuhkan hambanya.
Kita mungkin berat hati menerima kritik ataupun saran dari orang-orang yang notabene kita anggap memiliki kekurangan, lebih junior, ataupun di bawah kita. Tetapi yang lebih buruk daripada tunarungu ataupun pura-pura tuli (lih. 1 Sam. 10:27) ialah bertelinga, tetapi tidak mempunyai kemauan untuk mendengarkan siapa pun maupun hal-hal atau situasi di sekitar karena kurang peka secara rohani.
"There is perhaps no one of our natural passions so hard to subdue as pride. Beat it down, stifle it, mortify it as much as one pleases, it is still alive. Even if I could conceive that I had completely overcome it, I should probably be proud of my humility." ~ Benjamin Franklin
(Mungkin tiada yang lebih sulit ditundukkan dalam sifat-sifat natural kita, selain sifat keangkuhan. Kita bisa menghentikannya beberapa kali, coba mengenyahkannya, tetapi selalu saja masih ada. Sekalipun rasanya kita telah berhasil mengatasi sepenuhnya, mungkin kita akan bangga bahwa kita ini rendah hati.)
(FG)