Alkitab kita apa adanya, bukan? Ia menceritakan dengan jujur, salah satunya ialah tentang wanita-wanita atau perempuan yang tidak baik. Misalnya seorang wanita yang, seperti ratu Izebel, menghasut jemaat untuk berbuat dosa (1 Raj. 16:31; 2 Raj. 9:22, 30, 37). Maupun Safira, istri dari Ananias, yang berdosa karena mendustai Roh Kudus, serta berbuat curang (Kis. 5:1-10).
Wahyu 2:20 (FAYH), "Tetapi ada satu hal yang tidak Kusukai. Kalian mengizinkan Izebel, perempuan yang menyebut dirinya nabiah itu, mengajarkan kepada hamba-hamba-Ku bahwa dosa perzinahan bukanlah soal yang berat. Perempuan itu membujuk mereka agar melakukan perbuatan cabul dan memakan daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala."
But why do you let that Jezebel who calls herself a prophet mislead my dear servants into Cross-denying, self-indulging religion? (MSG)
Nevertheless, I have this complaint against you: You tolerate that woman among your members who is like that wicked queen Jezebel who lived long ago. She says that she is a prophetess/proclaims messages that come directly from God, but by what she teaches she is deceiving my servants. She is urging them to practice sexual immorality and to eat food that they have offered to idols. (DEIBLER)
Sementara itu juga, di lain pihak, ada contoh perempuan-perempuan yang saleh, atau taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah, hidup suci, serta beriman, apa pun posisi mereka dalam kehidupan. Sebut saja Miryam (Kel. 15:20), lalu ada nabiah Debora (Hak. 4:4),
Hulda seorang hamba Tuhan (2 Raj. 22:14), Hana istri Elkana (1 Sam. 1-2), maupun Hana anak dari Fanuel yang setia berdoa dan berpuasa bagi keselamatan Israel (Luk. 2:36-38), belum lagi Elisabet (Luk. 1:5-45), ratu Ester atau Hadasa (Est. 2:7), putri-putri Filipus (Kis. 21:9), Febe yang setia melayani serta dapat dipercaya (Rom. 16:1), dan masih banyak lagi.
Nah, pertanyaannya—hal ini bukan hanya berlaku bagi kaum hawa, melainkan juga pria—, mau menjadi seperti yang manakah kita? Seperti contoh-contoh yang fasik, sombong, dan berbuat jahat, ataukah yang hidup saleh (walau bukan berarti sok rohani maupun merasa diri lebih suci daripada orang lain), tidak mementingkan diri sendiri, serta hidup bagi Tuhan?
1 Petrus 3:3-5 (FAYH), "Jangan mementingkan kecantikan lahiriah yang bergantung pada perhiasan, pakaian indah serta dandanan rambut. Utamakanlah kecantikan batin, yang mencerminkan kelembutan dan ketenangan jiwa yang sangat berharga bagi Allah. Kecantikan batin semacam itu terlihat pada wanita-wanita saleh zaman dahulu, yang mempercayai Allah dan menyesuaikan diri dengan rencana-rencana suami mereka."
What matters is not your outer appearance--the styling of your hair, the jewelry you wear, the cut of your clothes--but your inner disposition. Cultivate inner beauty, the gentle, gracious kind that God delights in. The holy women of old were beautiful before God that way, and were good, loyal wives to their husbands. (MSG)
Don't depend on things like fancy hairdos or gold jewelry or expensive clothes to make you look beautiful. Be beautiful in your heart by being gentle and quiet. This kind of beauty will last, and God considers it very special. Long ago those women who worshiped God and put their hope in him made themselves beautiful by putting their husbands first. (CEV)
~ FG