Ada yang namanya "sindrom Esau" atau The Esau syndromme sesuai terjemahan The Message untuk sebuah ayat dalam kitab Ibrani. Apa itu sindrom Esau? Menukarkan sesuatu yang abadi dengan sesuatu yang sementara karena tidak bersabar atau lebih menuruti hawa nafsu daripada menaati Allah.
Seperti halnya yang pernah dilakukan Esau, anak sulung Ishak, yang seharusnya menerima hak kesulungan—sebuah hak penuh berkat, makna rohani dan janji Allah. Namun, karena rasa lapar sesaatnya, ia menukarnya hanya dengan sepiring makanan.
Esau memilih kepuasan sesaat dibanding berkat jangka panjang. Ia mengutamakan nafsunya daripada rohnya. Demikian juga mungkin kita bisa terjebak dalam hal yang sama, menukar waktu doa dengan hiburan digital, tidak menjaga kekudusan demi kenikmatan sementara, lebih memilih ambisi duniawi daripada panggilan rohani.
Ketika Esau menyesal, semuanya sudah terlambat. Ia menangis, tetapi ia tidak bisa mengembalikan apa yang hilang. Ini mengingatkan kita bahwa tidak semua penyesalan bisa memperbaiki akibat dari dosa-dosa yang jika kita tidak waspadai, dapat membawa konsekuensi permanen.
Sindrom Esau adalah peringatan nyata betapa berbahayanya jika hidup hanya untuk kepuasan singkat. Dunia selalu menawarkan "semangkuk makanan" yang tampaknya enak dan menggiurkan, tetapi sebenarnya itu bisa menghilangkan berkat yang Allah siapkan dan sediakan bagi setiap kita.
Ibrani 12:16-17 (TSI), "Berjaga-jagalah supaya tidak ada di antara kalian yang hidupnya cabul dan tidak menghormati Allah seperti Esau. Sebenarnya, sebagai anak pertama, dialah yang berhak menjadi pewaris ketika ayahnya meninggal. Tetapi Esau menjual haknya itu hanya demi sepiring makanan. Ingatlah yang terjadi kemudian: Ketika dia berubah pikiran dan ingin menerima berkat dari ayahnya sebagai anak pertama, ayahnya menolak memberikan berkat itu kepadanya. Walaupun berderai air mata, dia tidak bisa mengubah akibat perbuatannya."
Hati-hatilah, jangan sampai ada di antara kalian cabul atau tidak menghargai hal-hal rohani, seperti yang dilakukan Esau. Ia rela menjual hak dan berkatnya sebagai anak sulung hanya untuk mendapatkan semangkuk makanan. Kalian tahu bahwa setelah itu Esau ingin mendapatkan kembali berkat itu dari bapaknya, tetapi permintaannya ditolak. Ia sudah tidak mempunyai kesempatan lagi untuk memperbaiki kesalahannya, meskipun ia memintanya sambil menangis. (BSD)
Jagalah supaya jangan seorang pun melibatkan diri dalam dosa seksual, atau bersikap masa bodoh terhadap Allah seperti Esau, yang melepaskan hak kesulungannya untuk sepiring makanan. Kemudian, ketika ia ingin mengambil kembali hak kesulungannya, sudahlah terlambat, walaupun ia menangis menyesali kesalahannya. Karena itu, ingatlah dan berhati-hatilah! (FAYH)
Watch out for the Esau syndrome: trading away God's lifelong gift in order to satisfy a short-term appetite. You well know how Esau later regretted that impulsive act and wanted God's blessing--but by then it was too late, tears or no tears. (MSG)
Hal-hal apa saja yang kira-kira hari-hari ini dapat menjerumuskan kita mengalami "sindrom Esau"? Kiranya kita mau memilih dengan benar, jangan menukar apa yang kekal dengan yang fana, jangan menukarkan Kristus dengan apa pun yang ada dunia. Tidak menunda-nunda untuk segera bertobat sebelum semuanya terlambat.
~ FG