Ketika melihat pohon buah yang ada di loteng rumah kami berbuah, betapa senangnya kami. Betapa tidak, karena meski tidak sempat kami terlalu mengurus --puji Tuhan juga karena sedang musim hujan-- pohon tersebut pun berbuah dengan "sendirinya" meski tidak ada yang merawat.
Seorang tetangga pun, ketika melihatnya dan melihat saya memetik beberapa buah, mengira itu adalah buah wijaya kusuma --yang saya juga baru tahu ada nama buah ini, padahal selama ini saya kira adalah nama jalan, sekolah, ataupun kata-kata saja-- karena melihatnya dari kejauhan atau dari bawah. Padahal, buah-buah yang saya petik itu adalah buah naga.
Meskipun ukurannya sekarang kecil-kecil, tidak sebesar yang dulu, karena tidak ada yang telaten merawatnya, namun istri saya yang juga bersama saya di loteng mengatakan, betapa senangnya kami meski tidak dirawat tapi pohon itu tetap berbuah. "Pohon itu menyenangkan tuannya."
Pohon itu menyenangkan tuannya.
Adakah kehidupan kita, kekristenan, kerohanian kita, terutama setelah selama ini, sepanjang tahun ini, sudah berbuah bagi Tuhan?
Apakah karakter kita sudah lebih baik? Sudahkah kita menang atas pencobaan? Apakah kita rela diproses oleh Tuhan? Jika ya, betapa kita menyenangkan hati Tuhan, karena kehidupan kita sungguh-sungguh berbuah.
Lukas 13:9 (AMD), "Mungkin, pohon itu akan menghasilkan buah tahun depan. Jika pohon itu tetap tidak berbuah, Tuan bisa menyuruhku menebangnya."
If it bears fruit next year, we will allow it to keep growing. If it does not bear fruit next year, you can cut it down. (DEIBLER)
~ FG