Suatu hari, seorang pria akhirnya memperoleh izin dari pemerintah setempat untuk membuka sebuah kedai minuman keras.
Namun, para pemimpin gereja lokal mulai menolak pendirian bar tersebut, dan berdoa supaya Allah turut campur tangan.
Beberapa hari sebelum kedai minuman itu dibuka, petir menyambar bangunan tersebut dan membakarnya habis, rata dengan tanah.
Para pemimpin gereja terkejut sekaligus senang mendengar kabar itu, namun mereka mendapat surat laporan bahwa pria pemilik kedai minuman menuntut mereka, sebab merasa bahwa karena doa-doa merekalah yang mengakibatkan barnya terbakar. Mereka menolak tuntutan itu.
Pada kesimpulan pertama di meja persidangan, sang hakim berkata, "Pada titik ini, saya tidak tahu keputusan saya apa, namun tampaknya pemilik kedai minuman ini percaya pada kekuatan doa, sedangkan para anggota gereja ini tidak percaya."
Bagaimana dengan kita?
Masihkah setia, ataukah justru jarang, bahkan sudah tidak pernah lagi berdoa? Apa yang menjadi motif hati kita saat berdoa?
Catatan Full Life mengingatkan, dalam semua rencana, keputusan, dan tindakan kita, hendaknya mengakui Allah sebagai Tuhan dan kehendak-Nya sebagai keinginan tertinggi kita, serta setiap hari hidup dalam hubungan yang erat dan percaya pada-Nya, senantiasa mengharapkan pengarahan dari Dia melalui doa serta ucapan syukur.
Ia akan menuntun kita menuju rancangan-Nya untuk kehidupan kita, dan menolong kita menghadapi berbagai tantangan, dan membuat pilihan yang benar.
Yakobus 4:3 (FAYH), "Dan sekalipun Saudara memohonkannya, Saudara tidak memperolehnya, sebab tujuan Saudara sama sekali salah--Saudara hanya mengingini hal-hal untuk kesenangan diri sendiri saja."
[Or] you do ask [God for them] and yet fail to receive, because you ask with wrong purpose and evil, selfish motives. Your intention is [when you get what you desire] to spend it in sensual pleasures. (AMP)
And why not? Because you know you'd be asking for what you have no right to. You're spoiled children, each wanting your own way. (MSG)
~ FG