Suatu saat kami sedang memesan makan malam di sebuah tempat makan, namun setelah beberapa kali memberitahu apa saja yang kami pesan, maupun ketika menerima hasil pesanan, sepertinya seorang pegawainya—tanpa bermaksud mengurangi rasa hormat—sangat kurang cekatan, bahkan seperti "kurang nyambung". Bahkan, dua gelas minuman yang sudah kami dapatkan, yakni lemon tea hangat, dikirim lagi dua gelas ke meja kami.
Tidak hanya itu, pengunjung lain di meja seberang—mohon maaf—tampaknya juga kurang menjaga etika karena bersin tanpa menutup mulut dengan tisu atau siku, bahkan berserdawa kencang setelah makan.
Ingin rasanya kesal serta melampiaskannya saat itu, baik terhadap pelayanan pegawai rumah makan tersebut, ataupun menegur pengunjung yang lain tadi. Sah-sah saja, bukan?
Namun, secara perlahan—bukankah sepertinya ini juga yang sering Tuhan lakukan—Ia mengingatkan dalam hati saya, "Nak, sabar. Kamu juga terkadang seperti itu [pelayan restoran, maupun tamu lain] terhadap-Ku." Jujur, bahkan mungkin terlebih sering. Tidak dengar-dengaran (mengindahkan, suka menurut) dengan Tuhan, tidak mengerjakan apa yang Dia mau, serta lupa diri, dan asal-asalan.
Apabila mewawas diri (memeriksa, introspeksi, mengoreksi diri sendiri secara jujur), bagaimana dengan Saudara?
Oh ya, saya memaafkan kok—dengan tulus, dengan tulus—terhadap kinerja pegawai tersebut malam itu. Lantas pengunjung yang bangkis sembarangan, biarlah; puji Tuhan masih ada sirkulasi yang baik di tempat itu.
Lagipula, terkadang kita juga bisa yang berbuat salah, serta membutuhkan kemurahan hati, bukan?
Lukas 6:36 (VMD), "Tunjukkanlah kasih dan bermurah hatilah, sama seperti Bapamu memberikan kasih dan bermurah hati."
So be merciful (sympathetic, tender, responsive, and compassionate) even as your Father is [all these]. (AMP)
Act mercifully toward others, just like your Father in heaven acts mercifully toward you. (DEIBLER)
~ FG