Beberapa hamba Tuhan, seperti John C. Maxwell menyatakan, "Timing is everything." Atau, waktu adalah segala-galanya. Mengapa demikian?
Karena waktu merupakan hal yang sangat-sangat penting, bahkan mungkin melebihi uang ataupun materi.
Ps. T. D. Jakes pun pernah mengatakan, kita bisa saja mempunyai serta memakai sebuah jam tangan mahal, ataupun memasang banyak jam dinding di rumah, lalu mengatur-atur jadwal pada kalender pribadi, namun tanpa benar-benar menyadari apa yang sesungguhnya Allah sedang kerjakan maupun kehendaki bagi kita dalam waktu-waktu yang ada sekarang.
Nah, sedang berada dalam "musim kehidupan rohani" apa kita saat ini? Apakah waktunya untuk berbalik dari cara hidup yang tidak benar? Adakah waktunya untuk memberikan persembahan? Ataukah justru ada di antara kita yang tergoda membuang-buang lebih banyak waktu, dan berapa banyak yang telah sia-sia terbuang? Ibarat beberapa lembar halaman yang "cacat cetak" tanpa teks pada sebuah buku yang seharusnya terdapat tulisan, namun "hilang" dan tidak bisa memperlengkapi ataupun memberkati pembacanya.
Jadi, sudah jam berapa sekarang?
Wahyu 3:20 (FAYH), "Lihatlah! Aku berdiri di depan pintu sambil mengetuk. Kalau ada seseorang yang mendengar panggilan-Ku, lalu membukakan pintu, maka Aku akan masuk dan bersekutu dengan dia dan ia dengan Aku."
Look at me. I stand at the door. I knock. If you hear me call and open the door, I'll come right in and sit down to supper with you. (MSG)
Be aware that I call each one of you to respond to me as though I was standing waiting at your door and knocking. I will come to all those who hear my voice and respond to me, and I will fellowship with them as friends do when they eat together. (DEIBLER)
Ibrani 12:17 (FAYH), "Kemudian, ketika ia ingin mengambil kembali hak kesulungannya, sudahlah terlambat, walaupun ia menangis menyesali kesalahannya. Karena itu, ingatlah dan berhati-hatilah!"
Kalian tahu bahwa kemudian Esau ingin mendapat berkat itu dari bapaknya, tetapi ia ditolak. Sebab sekalipun dengan tangis ia mencari jalan untuk memperbaiki kesalahannya, kesempatan untuk itu tidak ada lagi. (BIS)
For you understand that later on, when he wanted [to regain title to] his inheritance of the blessing, he was rejected (disqualified and set aside), for he could find no opportunity to repair by repentance [what he had done, no chance to recall the choice he had made], although he sought for it carefully with [bitter] tears. (AMP)
~ FG