Sering kali pikiran, perasan, maupun perhatian kita hanya tertuju pada apa yang terjadi sekarang. Bukannya mencoba memandang juga jauh ke depan untuk visi yang dari Tuhan, terutama sudut pandang kekekalan.
Jika hanya berpaku pada kejadian di depan mata, mungkin pergumulan, persoalan berat, serta permasalahan yang kita rasakan, kita akan cenderung khawatir dan berkeluh-kesah. Seperti yang pernah dilakukan orang-orang Israel.
Mereka telah dikeluarkan dari Mesir, tanah dan belenggu perbudakan. Mereka dipelihara secara cuma-cuma, tidak perlu membayar. Namun, ketika keadaan belum seperti yang diharapkan, mereka menjadi kecewa, marah-marah, dan berkeluh-kesah. Seolah sangat-sangat menyesal mengikut Tuhan. Padahal, layakkah mereka merasa seperti itu, dan bukannya tetap setia saja dalam proses-Nya sampai Ia sendiri yang mengubahkan, menolong, dan memulihkan?
Bilangan 11:1 (BIS), "Pada suatu hari bangsa itu mulai mengeluh kepada TUHAN tentang kesukaran-kesukaran mereka. Mendengar keluhan-keluhan itu, TUHAN menjadi marah dan mendatangkan api ke atas mereka. Api itu merambat di antara mereka dan menghanguskan sebagian dari perkemahan."
Dan, bangsa itu menjadi jahat ketika bersungut-sungut di telinga TUHAN . Dan TUHAN mendengar, dan menyalalah murka-Nya, lalu api TUHAN menyambar ke antara mereka dan melahap di bagian ujung perkemahan itu. (MILT)
ORANG-ORANG mulai menggerutu tentang segala pengalaman buruk mereka, dan TUHAN mendengar. Murka TUHAN menyala-nyala terhadap mereka karena gerutu mereka itu, lalu berkobarlah api TUHAN dan membinasakan orang-orang yang ada di ujung terjauh perkemahan itu. (FAYH)
Bilangan 11:4-6, "Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus; dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: 'Siapakah yang akan memberi kita makan daging? Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat.'"
Baru tiga hari perjalanan keluar dari Mesir, mereka bersungut-sungut karena keadaan kurang menyenangkan. Mereka melupakan pembebasan nyata dari perbudakan Mesir, atauapun karya-karya ajaib Allah bagi hidup mereka. Seolah tidak bersedia lagi mempercayai Dia ataupun menyerahkan seluruh hidupnya dan masa depan mereka kepada-Nya.
Bagaimana dengan kita?
Adakah kita sering berkeluh-kesah, menggerutu, apalagi menyesal, dan mencari-cari alasan untuk mempersalahan keadaan bahkan Tuhan?
Janganlah cuma berfokus pada apa yang terjadi sekarang—proses, pergumulan, permasalahan—tetapi berpeganglah juga pada visi ke depan dan kekekalan. Janganlah pernah berhenti bersyukur atas pengurbanan Tuhan Yesus bagi kita, penebusan dari dosa, serta penyediaan, pimpinan, dan berkat-Nya dalam hidup kita.
Daripada berkeluh-kesah, berdoalah.
Ketimbang bersungut-sungut, bersunguh-sungguhlah.
Yakin pertolongan yang sejati hanya datang dari Tuhan.
Ratapan 3:39-41, "Mengapa orang hidup mengeluh? Biarlah setiap orang mengeluh tentang dosanya! Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup m kita, dan berpaling kepada TUHAN. Marilah kita mengangkat hati dan tangan kita kepada Allah di sorga."
Kalau begitu, apa sebabnya kita, sebagai manusia yang lemah, berani bersungut-sungut dan mengeluh, bila mendapat hukuman karena dosa-dosa yang kita lakukan? Marilah kita mawas diri, lalu bertobat dan berpaling kepada TUHAN. Marilah kita mengangkat hati dan tangan kita kepada Dia yang ada di surga. (FAYH)
Why does a living man sigh [one who is still in this life's school of discipline]? [And why does] a man complain for the punishment of his sins? Let us test and examine our ways, and let us return to the Lord! Let us lift up our hearts and our hands [and then with them mount up in prayer] to God in heaven. (AMP)
~ FG