Dua hari lalu, kita telah sama-sama belajar soal spirit of entitlement, atau hak untuk merasa memiliki segala-galanya, tanpa sadar anugerah maupun berserah pada kehendak Allah.
Hari ini, kita mempelajari sedikit hal mirip, yakni kebesaran yang sejati.
Di mata dunia, kebesaran adalah berbicara posisi tertinggi. Di mata Allah, kebesaran yang sejati adalah merendahkan hati dan melayani.
Bukannya bergandeng tangan dan saling merendahkan hati, murid-murid Tuhan Yesus dulu ingin menjadi yang terutama, terpenting, dan terkenal.
Lukas 22:24 (BIS), "Di antara pengikut-pengikut Yesus timbul pertengkaran mengenai siapa dari mereka yang harus dianggap paling besar."
Now an eager contention arose among them [as to] which of them was considered and reputed to be the greatest. (AMP)
Pengikut-pengikut Yesus bertengkar mengenai siapa dari antara mereka yang akan dianggap paling penting. (BSD)
Lukas 9:46 (TSI), "Suatu hari terjadilah perselisihan di antara murid-murid Yesus tentang siapa yang nomor satu di antara mereka."
They started arguing over which of them would be most famous. (MSG)
But a controversy arose among them as to which of them might be the greatest [surpassing the others in excellence, worth, and authority]. (AMP)
Catatan Full Life mengingatkan, seharusnya mereka—maupun kita—tidak berselisih soal kehormatan ataupun kebesaran duniawi, karena Tuhan menyediakan yang lebih baik, yakni kerajaan-Nya, dan perayaan serta mahkota kemenangan. Setiap orang percaya akan mendapatkan yang sama, jadi tidak perlu mencari siapa yang lebih besar, penting, atau utama.
Kristus merindukan murid-murid-Nya mendamba kehormatan melalui kerendahan hati yang tenang, bukan keinginan berlebih yang galau serta muluk-muluk. Tidak memburu kemegahan duniawi atau jabatan tinggi, tetapi … bersedia menjadi yang terkecil, supaya lebih berguna, dan merendahkan diri untuk melakukan tugas sederhana demi suatu kebaikan.
Sebab, kebesaran sejati bukanlah semata-mata kedudukan, kepemimpinan, gelar pendidikan, ketenaran, atau kemampuan, dan keberhasilan. Bukan melulu yang kita kerjakan bagi Allah, melainkan lebih-lebih keadaan rohani kita di hadapan-Nya. Kebesaran sejati menyemangati kita melakukan hal yang benar, berserah penuh pada Allah, serta setia kepada-Nya di manapun Ia menempatkan kita.
Matthew Henry pernah berkata, "Keinginan berlebih akan kehormatan serta pertengkaran guna memperebutkan keunggulan atau tempat utama merupakan dosa yang paling mudah menimpa murid-murid Tuhan Yesus, dan sebab itu mereka pantas mendapat teguran keras. Dosa-dosa demikian mengalir dari berbagai kecemaran yang justru seharusnya ditundukkan dan dimatikan oleh murid-murid itu. Mereka yang berharap menjadi besar dalam dunia ini biasanya menghendaki segala yang tinggi-tinggi, dan merasa tidak ada yang bisa menghalangi mereka untuk menjadi yang terbesar. Hal ini membuat mereka menghadapi banyak godaan dan masalah, sesuatu yang tidak akan dialami oleh mereka yang merasa cukup dengan menjadi yang kecil, lebih kecil, bahkan terkecil di antara yang paling kecil!"
Dan bukankah jalan untuk naik adalah turun? Ketika Yesus melayani di bumi, Ia memberi teladan mencuci kaki kotor para murid-Nya. Alih-alih memikirkan siapa yang paling besar, bukankah lebih baik merenungkan sudahkah kita sungguh-sungguh hidup benar? Jawabannya saat ini mungkin sedang berbisik di hati kita.
~ FG