Paulus pernah ditahan, baik secara tahanan rumah maupun di balik jeruji besi. Bukan karena kejahatan ataupun kebejatan moral serta karakter yang salah, melainkan lebih karena hal menjalani panggilan hidupnya mengabarkan Injil.
Lewat pemenjaraan yang tidak adil itu pun, rasul Paulus menuliskan sejumlah surat yang ia tujukan bagi jemaat maupun orang-orang tertentu. Kolose, Filemon, Efesus, Filipi adalah surat-surat yang ia tuliskan sementara ia sedang ditahan. Namun, ia tidak mengeluh maupun bersungut-sungut atas keadaannya, malahan melainkan mengucap syukur sebab justru berita tentang Injil serta keselamatan Kristus semakin meluas, bahkan sanggup menguatkan hamba-hamba Tuhan yang lainnya.
Tema-tema surat rasul Paulus pun jika kita amati, penuh dengan ucap syukur (Kolose 1 – 4), penyataan kasih karunia (Efesus 1 – 6), sukacita (Filipi 1 – 4), serta kasih (Filemon 1 : 5 – 9). Tanpa keyakinan mendalam, pengharapan yang teguh, serta iman kepada Allah yang hidup, tentu Paulus takkan mampu melewati semua situasi itu, apalagi menyatakan hal-hal berkebalikan dari yang semestinya dirasakan ketika mengalami masa buruk.
Filipi 1 : 12 – 14, "Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil, sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus. Dan kebanyakan saudara dalam Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut."
Saya mau kalian mengetahui, bahwa hal-hal yang telah terjadi pada saya justru menyebabkan lebih banyak orang mendengar dan percaya akan Kabar Baik itu. Akibatnya, semua pengawal istana dan orang-orang lainnya di kota ini tahu bahwa saya dipenjarakan karena saya melayani Kristus. Dan pemenjaraan saya telah menyebabkan kebanyakan dari orang-orang Kristen di kota ini menjadi lebih yakin lagi akan Tuhan, sehingga mereka makin berani mengabarkan pesan Allah dengan tidak takut-takut. (BIS)
Saya ingin supaya Saudara sekalian mengetahui hal ini: segala sesuatu yang saya alami di sini menjadi dorongan besar bagi penyebaran Berita Kesukaan tentang Kristus, sebab setiap orang di sini, termasuk para serdadu di asrama, mengetahui bahwa saya dibelenggu semata-mata karena saya orang Kristen. Lagipula, karena saya dipenjarakan, banyak orang Kristen di sini rupanya tidak lagi takut dibelenggu! Bagaimanapun juga, kesabaran saya telah membangkitkan semangat mereka; dan mereka menjadi makin berani dalam memberitakan Kristus kepada orang lain. (FAYH)
Sukacita sejati pun tidak datang begitu saja, melainkan hanya melalui hubungan yang tetap dengan Tuhan Yesus Kristus, sadar serta senantiasa berada dalam hadirat-Nya, dan meminta pertolongan Roh Kudus.
Bagaimana dengan kita? Kalau secara jujur, apakah tanpa mengalami hal-hal berat seperti yang mungkin pernah dialami oleh rasul besar tersebut, kita mudah bersungut-sungut, berkeluh kesah, serta merasa seolah-olah terpenjara oleh banyak hal yang sesungguhnya tidak terlalu perlu dalam hidup kita?
"Are you in prison? If you feel better when you have more, and worse when you have less, if your happiness come from something you deposit, drive, drink, or digest, then you are in the prison of want" (Apakah saat ini Saudara ada di penjara? Maksud saya, kalau kita hanya merasa benar-benar bahagia saat memiliki banyak, lalu merasa murung atau terpuruk saat tidak punya banyak hal, kemudian cuma bergantung pada tabungan di bank, ataupun berbagai-bagai hal lahiriah lainnya, sesungguhnya kita masih berada dalam penjara. Penjara keinginan serta ketidakpuasan). ~ Max Lucado
~ FG