Seseorang merasa rumahnya sangat jelek dan sebaiknya dijual saja, seberapa pun hasilnya, itu pun dia rasa mungkin tidak akan ada yang menawar ataupun membeli. Jadi, ia mencoba memakai jasa agen penjualan rumah.
Alangkah terkejutnya, tak lama berselang, ternyata rumahnya laku, ada pihak yang mau membeli lewat jasa agen jual-beli rumahnya.
Sebelum menyetujui melepaskan hak kepemilikan, si empunya rumah bertanya sambil keheranan, bagaimana bisa rumahnya yang notabene dan dipikirnya tidak bakal ada yang melirik itu terbeli. Agen iklan penjualan rumahnya berkata, "Ya, saya coba sodorkan hal-hal yang baik saja dan nilai-nilai lebihnya, Pak. Misalnya, pekarangan Anda yang lumayan besar, dan lain-lain."
"Oh gitu, ya," timpal sang pemilik rumah, "saya tidak pernah memikirkannya." Wah, kalau begitu, pikirnya dalam hati, aku tidak usah jadi menjual rumahkulah, karena masih banyak sisi positifnya!
Berapa banyak dari kita yang mungkin seperti sikap awal pemilik rumah tadi? Hanya melihat sisi-sisi negatif serta kejelekan-kejelekan yang ada pada diri sendiri maupun sekitar kita. Tetapi, setelah diiklankan sebaik-baiknya, ia tidak jadi menjual rumahnya itu. Sebelumnya, ia merasa kurang puas, dan mungkin tidak menghitung atau menghargai berkat-berkat yang masih ada.
Bagaimana dengan kita saat ini? Seandainya kita benar-benar menyadari, menghitung satu per satu berkat yang kita telah terima dari Tuhan--kehidupan, keluarga, pekerjaan, persahabatan, dan lainnya--akankah kita mampu mulai bersyukur, tetap berjuang melakukan dan memberikan yang terbaik, serta bersukacita?
Kita ingat James Allen pernah berkata, "As a man thinketh in his heart, so is he," yang senanda dengan amsal, seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri, demikianlah ia.
Mazmur 103 : 2 (FAFYH), "Ya, aku akan memuji TUHAN dan tidak melupakan segala kebaikan-Nya kepadaku."
O my soul, bless GOD, don't forget a single blessing! (MSG)
Praise the LORD, my soul, and never forget all the good he has done. (GWV)
"When a man realizes the nearness of Jesus Christ, he is bound to commit himself to a certain kind of life. If you knew that when you arise tomorrow morning you would see Jesus face to face in the evening, would it not affect the way you conducted yourself during the day!" (Saat seseorang menyadari hadirat ataupun kedekatan dengan Tuhan Yesus, sudah selayaknyalah ia hidup sesuai yang Tuhan mau. Kalaulah kita bangun pagi esok, serta akan berjumpa, bertatap muka dengan Tuhan saat malam hari kelak, bukankah semestinya kita menjaga sikap hidup kita di sepanjang hari itu) ~ John Piper
~ FG