Kemarin, kita telah sedikit membahas tentang tidak bisa memantapkan hati untuk mengerjakan ataupun mencapai sesuatu. Hari ini pun kita akan sedikit mengupas lagi hal yang terkait dengan itu.
1 Raja-raja 18 : 21 (BIS), "Lalu Elia mendekati rakyat itu dan berkata, 'Sampai kapan kalian mau tetap mendua hati? Kalau TUHAN itu Allah, sembahlah TUHAN! Kalau Baal itu Allah, sembahlah Baal!' Rakyat yang berkumpul di situ diam saja."
Lalu Elia memberi wejangan kepada orang-orang ini dan bertanya, "Berapa lama lagi kalian mau mengikuti dua jalan pada waktu yang sama? Jika Tuhanlah Allah, ikutilah Dia; tetapi jika Baallah Allah, ikutilah dia." Orang-orang itu diam. (KSKK)
Elia tampil di hadapan semua orang itu lalu mengatakan, "Kapan kamu menentukan siapa yang kamu ikuti? Jika TUHAN adalah Allah yang benar, ikutlah Dia, tetapi kalau Baal allah yang benar, maka ikutlah dia." Orang itu tidak mengatakan sesuatu. (VMD)
Nabi Elia mendesak rakyat Israel untuk secara pasti memutuskan mau memilih ikut Allah dan hanya sembah sujud pada-Nya, ataukah tunduk dan menyerah pada Baal. Hal ini mengingatkan kita ketika Yosua menantang umat Israel untuk beribadah kepada Allah ataukah menyembah berhala (Yosua 24 : 15).
Jika pada masa Yosua, rakyat memilih mau kembali kepada Allah yang hidup, tetapi pada waktu nabi Elia menyatakan seruannya, umat Israel diam saja. Seolah merasa percaya serta mengeraskan hati bahwa mereka masih dapat menyembah Allah sekaligus Baal. Mereka mendua dan bercabang hati.
Padahal, Allah tentu menginginkan mereka, serta kita semua, untuk terus-menerus memisahkan diri dari penyembahan berhala maupun kehidupan yang berdosa. Sebaliknya, hidup kudus, tampil beda dari orang-orang dunia, seraya memberi dampak yang baik dan membawa sukacita bagi orang-orang di sekeliling kita bersama-Nya.
Namun, mereka diam saja, tidak bisa memutuskan atau menentukan pilihan, bahkan untuk sesuatu yang sangat krusial dalam hidup mereka. Kelumpuhan hati dalam menentukan suatu pilihan maupun keputusan mungkin lebih parah daripada kelumpuhan secara jasmani. Kita tidak akan pernah bisa mengikuti dua jalan sekaligus di waktu bersamaan pada akhirnya.
Jika kita memisahkan diri sebagaimana mestinya dari dosa, Allah Bapa sendiri yang akan melindungi, memberkati, serta memelihara kita.
Mazmur 119 : 112, "Telah kucondongkan hatiku untuk melakukan ketetapan-ketetapan-Mu, untuk selama-lamanya, sampai saat terakhir."
Aku berhasrat mentaati ketetapan-Mu sampai akhir hidupku. (BIS)
Lebih daripada segala sesuatu aku selalu menaati hukum-Mu, sampai akhir hidupku. (VMD)
~ FG