Mazmur 127 : 1 – 2, "Nyanyian ziarah Salomo. Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga. Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah—sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur."
Mungkin ada di antara kita yang bertanya-tanya mengapa dan apa artinya Allah memberikan kepada yang dikasihi-Nya pada waktu tidur. Walau dapat juga berarti Ia ingin supaya mereka yang terkasih memperoleh istirahat yang layak, namun pun lebih terutama mengingatkan kita agar mengandalkan Tuhan dalam segala hal, terutama di masa-masa pandemi seperti ini. Dalam segala hal.
Tuhan justru akan mengaruniakan berkat-berkat-Nya pada yang dicintai-Nya, yaitu kita anak-anak-Nya yang percaya kepada-Nya, pada waktu tidur. Dengan kalimat lain, berkat yang Ia curahkan pada waktu kita tertidur, maka bukan karena kehebatan, pengalaman, prestasi, kekuatan ataupun kepandaian kita, serta bahkan usaha mati-matian yang tanpa kenal lelah. Sebab Ia pun berkehendak kita menikmati tidur yang tenang dan hidup tanpa kekhawatiran.
Hanya yang berasal dari Allah dan diberkati oleh-Nya sajalah yang sungguh-sungguh berarti dalam hidup ini. Sebaliknya, jika Allah tidak dalam kehidupan kita—aktivitas, sasaran, keluarga dan lainnya—maka segala sesuatu itu bisa menjadi sia-sia dan berakhir dengan kekecewaan ataupun kegagalan. Karena itu, milikilah hubungan yang intim dan karib dengan Allah, mencari bimbingan-Nya setiap hari.
NET Bible Notes mengingatkan, "The point seems to be this: Hard work by itself is not what counts, but one's relationship to God, for God is able to bless an individual even while he sleeps. The statement is not advocating laziness, but utilizing hyperbole to give perspective and to remind the addressees that God must be one's first priority. In this case the point is this: Hard work by itself is futile, for only God is able to bless one with sleep, which metonymically refers to having one's needs met. He blesses on the basis of one's relationship to him, not on the basis of physical energy expended."
(Intinya, kerja keras itu sendiri bukanlah yang terpenting, melainkan hubungan seseorang dengan Allah, sebab Ia terlebih sanggup memberkati seseorang bahkan saat ia tidur. Pernyataan tersebut bukan serta-merta menganjurkan kemalasan, tetapi menggunakan perspektif serta mengingatkan bahwa Tuhan harus menjadi prioritas utama seseorang. Kerja keras kita akan sia-sia tanpa mengandalkan-Nya, karena hanya Tuhan yang mampu memberkati seseorang dengan istirahat yang layak, yang secara tak langsung pun mengacu pada terpenuhinya kebutuhan seseorang. Ia memberkati berdasarkan hubungan seseorang dengan-Nya, bukan sekadar segala daya, dana maupun upaya yang kita gelontorkan.)
Kalau kita mengandalkan Tuhan, kita pasti menjadi orang yang dicintai oleh-Nya. Orang yang mengandalkan Allah pasti mau mengikuti dan menaati perintah-Nya tanpa ragu-ragu ataupun sungut-sungut, melainkan dengan percaya sepenuh hati serta mengucap syukur.
KALAU bukan Allah yang mendirikan rumah, sia-sialah pekerjaan tukang yang mendirikannya. Kalau bukan Allah yang melindungi kota, para penjaga tidak ada gunanya. Engkau tidak perlu membanting tulang dan memeras keringat dari pagi buta sampai larut malam karena takut kelaparan; sesungguhnya Allah ingin agar orang-orang yang dikasihi-Nya mendapat istirahat yang layak. (Mzm 127:1-2 FAYH)
~ FG