Lahir di Punjab, India pada 1911, si kecil Fauja Singh lambat berdiri ataupun berjalan karena kedua kakinya sangat lemah hingga mencapai usia lima tahun.
Beranjak dewasa, tubuhnya makin kuat. Dan ia menyukai lari.
Tanpa bekal sekolah maupun tak bisa membaca, Fauja membantu ayahnya bekerja di peternakan hingga menikah serta mampu memiliki dan mengolah peternakan.
Dalam berkeluarga, kehidupan Fauja cukup pilu karena anggota keluarga seperti istri, putri pertama maupun putra kelimanya yang berpulang mendahului dia.
Suatu hari, Fauja hijrah ke negara Inggris. Berhari-hari ia habiskan waktu untuk menonton TV. Bukan kebetulan, ia menyaksikan tayangan London Marathon, lomba lari tahunan legendaris yang dimulai pertama kali sejak 29 Maret 1981. Semangat dalam jiwanya dan cinta mula-mulanya terhadap lari kembali menyala.
Pada usia 89—ya, delapan puluh sembilan tahun—Fauja mulai berlari! Berlari membuatnya bergairah terhadap kehidupan yang sempat membuatnya kisut. Lalu tepat memasuki tahun 2000, sang kakek tersebut mengikuti London Marathon.
Di usia 100 dan 101 pun ia masih ikut lomba-lomba maraton (42,195 km). Ia pernah berkata, "The first 20 miles are not difficult. As for last six miles, I run while talking to God" (Tiga puluh kilometer pertama sih mudah, nah sepuluh kilometer sisanya sih saya hanya berlari sambil mengobrol sama Tuhan).
Janganlah pernah menyerah dalam kehidupan ini. Terutama karena kita pun sedang berlomba dalam pertandingan rohani yang diwajibkan bagi kita semua.
Ingatlah bahwa dalam sebuah pertandingan lari, semua peserta ikut berlari, tetapi hanya satu yang menang dan mendapat hadiah. Karena itu, mari kita berlari dalam perlombaan rohani ini sedemikian rupa, supaya kita pantas menjadi pemenang. (1 Korintus 9:24 TSI)
Saya sudah mengikuti perlombaan dengan sebaik-baiknya, dan sudah mencapai garis akhir. Saya tetap setia kepada Kristus sampai akhir. (2 Timotius 4:7 BIS)
~ FG