Amsal 6 : 1 – 3, "Berbagai-bagai nasihat--Hai anakku, jikalau engkau menjadi penanggung sesamamu, dan membuat persetujuan dengan orang lain; jikalau engkau terjerat dalam perkataan mulutmu, tertangkap dalam perkataan mulutmu, buatlah begini, hai anakku, dan lepaskanlah dirimu, karena engkau telah jatuh ke dalam genggaman sesamamu: pergilah, berlututlah, dan desaklah sesamamu itu."
ANAKKU, jika engkau membubuhkan tanda tanganmu pada surat utang orang yang tidak begitu kaukenal sebagai jaminan utangnya, maka engkau akan mendapat kesulitan. Jaminan yang kauberikan itu mungkin menjadi jerat bagi dirimu sendiri. Lepaskanlah dirimu dari jerat itu secepat-cepatnya. Telanlah kesombonganmu; jangan sekali-kali membiarkan perasaan malu menjadi penghalang. Pergilah dan minta supaya namamu ditarik kembali. (FAYH)
Firman di atas mengingatkan kita soal menjadi penanggung utang orang lain, terutama seseorang yang belum terlalu kita kenal. Mengapa? Sebab hal itu cenderung membuat keadaan keuangan penanggung tergantung tindakan orang lain itu, bahkan mungkin menyebabkan hilangnya ikatan persahabatan yang telah terjalin lama.
Sebab tanggungan yang dibuat gegabah merupakan penghancur persahabatan, seperti halnya tanggungan yang dibuat bijak kadang merupakan pengikat persahabatan.
Puji Tuhan karena firman Allah bukan hanya mengajar supaya memperoleh hikmat ilahi, melainkan juga kebijaksanaan sehari-hari agar dapat mengatur urusan-urusan kita secara bijak. Dan salah satu aturan yang baik adalah tidak mencoba-coba menjadi penanggung, terutama yang buruk risikonya, ataupun agar kita sendiri tidak berutang. Sedapat-dapatnya, jauhkanlah diri dari utang. Sebab yang berutang menjadi budak dari yang mengutangi dan menjadikannya layaknya hamba. Sebagai orang Kristen, yang telah dibeli dengan harga yang telah lunas dibayar, usahakanlah tidak perlu menjadikan diri hamba manusia (1 Kor 7:23).
Tetapi, bukan berarti kita harus menolak menolong sesama yang sungguh-sungguh membutuhkan keperluan hidup pokok. Kita pun sebaiknya memberi pada orang miskin, bukannya meminjamkan. Bertolong-tolong dalam menanggung beban meliputi membantu orang yang memerlukan bantuan saat sakit, sedang susah maupun mengalami kesulitan keuangan. Saling menanggung beban merupakan sifat ilahi.
Ikutlah merasakan kesukaran dan kesulitan orang lain. Dengan demikian Saudara menaati perintah Tuhan kita. (Galatia 6:2 FAYH)
Kita memang tidak diajar bahwa menjadi penanggung atau penjamin bagi orang lain itu dilarang dalam keadaan apa saja. Sebab menjadi penanggung bisa merupakan perbuatan adil ataupun amal. Seorang teman akan melihat menjadi penanggung baginya menunjukkan bukti ia setia kawan. Paulus pun pernah menjadi penanggung Onesimus. Namun, kurang berhikmatlah jika menjerat diri dengan orang-orang yang berkekurangan, lalu menjadi penanggung utang-utang mereka yang dari waktu ke waktu terus mengambil uang.
Jika diri sendiri telanjur terjerat utang, berusahalah keluar dari jerat itu secepat mungkin, dan segera membereskan permasalahan-permasalahan kita. Lebih baik merendahkan diri untuk mendapat kemudahan daripada menghancurkan diri sendiri karena kebebalan dan keangkuhan kita.
Marilah berjaga-jaga agar tidak membuat diri kita bersalah atas dosa-dosa orang lain terhadap Allah, sebab itu lebih buruk dan jauh lebih berbahaya daripada menjadi penanggung bagi utang-utang orang lain. Dan jika dalam semua ini kita harus berupaya menghapuskan utang-utang kepada sesama, maka terlebih lagi kita mesti berupaya berdamai dengan Allah. Rendahkanlah diri kita kepada-Nya. Pastikanlah Kristus Sahabat kita. Berdoalah sungguh-sungguh agar dosa-dosa kita diampuni dan tidak dibiarkan terjerumus pada lubang kebinasaan.
~ FG