"Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel. Lalu pergilah seorang dari Betlehem-Yehuda beserta isterinya dan kedua anaknya laki-laki ke daerah Moab untuk menetap di sana sebagai orang asing. Nama orang itu ialah Elimelekh, nama isterinya Naomi dan nama kedua anaknya Mahlon dan Kilyon, semuanya orang-orang Efrata dari Betlehem-Yehuda; dan setelah sampai ke daerah Moab, diamlah mereka di sana." (Rut 1:1-2)
Mungkin beberapa di antara kita pernah membaca ataupun mendengar, Elimelekh 'merantau' ke Moab karena di Betlehem terjadi bala kelaparan, dan karenanya menunjukkan imannya kecil serta kurang percaya pada penyediaan Allah. Padahal, arti namanya sendiri berarti Allahku adalah Raja, sementara itu Betlehem berarti rumah roti (House of Bread) atau tempat makanan (Place of Food).
Namun sering kali kita terlalu keras menghakimi serta lekas menilai kehidupan orang lain atas apa yang dialami ataupun dilakukannya. Cobalah sejenak merenungkan ataupun membayangkan, seandainya benar-benar berada dalam posisinya, mungkin kita akan berbuat hal yang sama saja ataupun malah lebih buruk.
Di daerah Timur Tengah kala itu curah hujan sangat jarang dan tidak cukup mengairi tanaman, terutama yang baru tumbuh. Sehingga apa yang dialami Elimelekh serta keluarga akibat beranjak ke Moab tidaklah sekonyong-konyong merupakan penghukuman ataupun pendisiplinan dari-Nya, melainkan karena bencana kelaparan parahlah hingga mereka mesti berpindah. Kelaparan pun pernah terjadi pada masa Abraham, Elia maupun Daud bukan (Kej. 12:10, 1 Raj. 17:1, dan 2 Sam. 21:1 )?
Kepergian mereka ke Moab pun mungkin bukan untuk menetap selamanya di sana, melainkan bisa saja untuk tinggal sementara sampai keadaan di Betlehem-Yehuda memulih.
Apa yang dialami Elimelekh beserta istri dan keluarganya adalah sebuah tragedi, di mana ia meninggal di Moab, demikian pula kedua putranya. Namun, janganlah kita menganggap seluruh kesukaran maupun penderitaan merupakan dampak tindakan Allah ataupun amarah-Nya terhadap kita, sebab Iblis dan pengalaman manusia pada umumnyalah yang terkadang menyebabkan, terlepas dari pengabdian kita kepada-Nya.
Jadi, sekalipun Naomi setia pada Tuhan, dia pun mengalami kemalangan. Bahkan, sempat merasa Tuhan meninggalkannya. Tetapi, kisah Naomi menunjukkan, Allah tetap memperhatikan kehidupannya, serta bekerja melalui orang lain untuk menolongnya pada saat yang tepat.
Melalui peristiwa keluarga Naomi pun kita diingatkan tentang pemeliharaan Allah dalam kehidupan ini, meskipun ada pergumulan serta dukacita, namun rancangan Allah dapat tergenapi melalui menantu Naomi, Rut seorang perempuan Moab, yang menjadi nenek moyang raja Daud, bahkan Juruselamat kita, Tuhan Yesus Kristus.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami kesusahan, perjuangan dan pergumulan, namun bukan berarti Allah telah meninggalkan atau sedang menghukum kita. Sebab Ia sanggup turut bekerja dalam segala sesuatu demi kebaikan kita.
~ FG