Sampai sejauh mana kita dapat merasa cukup dan puas?
Seseorang sedang mencari pasangan hidup, dan ia mengikuti ajang pencarian jodoh di sebuah gedung. Pembawa acara menyatakan, di tiap lantai terdapat calon pasangan ideal serta berpotensi menjadi pendamping sesuai kebutuhan. Syaratnya, hanya boleh pilih salah satu lantai, dan jika menetapkan naik, tidak boleh kembali ke bawah.
Di depan sebuah pintu lantai pertama, tertulis: SUDAH BEKERJA. Saat hendak masuk, ia berpikir sejenak, lalu memutuskan ke atas. Di lantai dua, tertulis: SAYANG ANAK. Merasa masih kurang, naiklah dia ke lantai berikutnya dan membaca tulisan: SUPER KEREN. Belum puas, ke lantai empat, ada tulisan: SENANG BERSIH-BERSIH. Belum cukup juga, ke lantai selanjutnya, tertulis bahwa selain punya karakter semua lantai sebelumnya, plus: SETIA.
Hmm… tuturnya dalam hati, masih kurang nih. Lantas, naiklah dia di tingkat terakhir, lantai keenam.
SORI, STOK KOSONG. Ditambah catatan: (Lantai ini merupakan bukti bahwa Anda tidak pernah puas atau merasa cukup. Padahal, dengan mencoba membina hubungan sebaik-baiknya, Anda dapat merasa cukup dengan apa pun yang masih ada).
Amsal 27 : 20 (BIS), "Di dunia orang mati, selalu ada tempat; begitu pula keinginan manusia tidak ada batasnya."
Hawa nafsu sama saja dengan alam maut; kedua-duanya tidak pernah merasa puas. (FAYH)
Hell has a voracious appetite, and lust just never quits. (MSG)
Manusia tidak dapat berharap akan menemukan kepuasan total selama masih hidup di dunia ini. Prestasi, filsafat, tampilan luar atau apa pun lainnya tak menjamin memberi rasa puas yang sejati, serta akan selalu ada yang lebih baik daripada kita. Jadi, berpuaslah hanya di dalam Dia.
Mazmur 103 : 5 (BIS), "Dia yang memuaskan hidupmu dengan yang baik, sehingga engkau awet muda seperti burung rajawali."
Allah memberikan banyak yang baik kepada kita. Ia membuat kita muda kembali, seperti burung rajawali yang bulunya yang baru tumbuh. (VMD)
Ia memenuhi hidupku dengan hal-hal yang baik. Masa mudaku dibarui seperti burung rajawali. (FAYH)
Pengkhotbah 1 : 8 (FAYH), "Segala sesuatu benar-benar melelahkan dan menjemukan. Betapapun banyaknya yang kita lihat dan dengar, kita tidak pernah merasa puas. Di dalam dunia ini tidak ada apa pun yang benar-benar baru; semua sudah pernah dilakukan atau dikatakan sebelumnya. Adakah sesuatu yang dapat kita katakan baru? Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa apa yang kita sebut baru itu tidak pernah ada dahulu kala? Kita tidak ingat apa yang telah terjadi pada waktu-waktu dahulu, dan dalam generasi-generasi yang akan datang tidak ada seorang pun yang akan ingat apa yang sekarang kita lakukan.
Aku, Pengkhotbah, adalah raja Israel di Yerusalem. Aku berusaha keras untuk memahami segala sesuatu di alam semesta ini. Aku mendapati bahwa beban yang telah diberikan Allah kepada manusia sungguh berat. Aku telah melihat segala sesuatu yang dilakukan orang di bawah matahari. Semua itu sia-sia, hanya mengejar-ngejar angin. Apa yang salah tidak dapat dibetulkan, seperti nasi yang sudah menjadi bubur; tidak ada gunanya berangan-angan tentang kesempatan yang telah lalu. (Pengkh. 1:12 FAYH)
~ FG