Kita tentu pernah mendengar kisah ini. Namun, ada baiknya coba kita mengulang mendengarnya.
Bahwa suatu waktu, seorang profesor baru saja kembali ke daerah asalnya di kota yang sebagian besar penduduknya berkulit hitam. Seketikanya sampai di sana, ia agak terhenyak karena kotanya telah sebagian besar berubah semenjak ia studi di luar negeri menimba ilmu.
Tempat-tempat semakin bersih, tingkat kejahatan kabarnya berkurang, lokasi-lokasi wisata tertata rapi dan indah. Beda dengan dulu.
Saat ia menanyakan ke sekelompok orang yang diketemuinya, bagaimana kota itu dapat menjadi sedemikian rupa, padahal dahulu terkenal kumuh serta banyak kejahatan, mereka hanya menjawab semua itu karena masyarakat bersama-sama membangun dan terutama dengan pertolongan Tuhan.
"Tuhan?" kata singkat profesor itu.
"Ya Pak, bersama Tuhan," jawab seorang anak muda yang ada di sana.
"Kalian pernah kuliah tidak?" tanya profesor itu.
"Tidak, Pak, kenapa Pak?" mereka bertanya balik.
"Dengar ya, saya ini profesor. Apakah kalian bisa melihat Tuhan? Apakah kalian bisa memegang Tuhan? Nah, jika tidak, maka menurut ilmu pengetahuan, kalau kalian tidak bisa melihat atau meraba sesuatu, itu berarti tidak ada. Jadi, yang namanya Tuhan itu tidak ada!"
Mereka yang mendengarnya merasa kaget karena memang rata-rata polos dan tidak mengenyam bangku pendidikan.
Ketika hendak beranjak, seorang pemuda berkata kepadanya, "Profesor, tunggu sebentar. Dari mana Anda tahu tidak ada itu Tuhan?"
"Hei, anak muda, saya ini profesor. Menurut akal sehat saya, kalau tidak bisa dipegang, diraba atau dilihat, maka sesuai sains, berarti Tuhan itu tidak ada," jawabnya.
"Oh begitu, Pak," tanggap sang anak muda, "kalau begitu, izinkan saya sekali lagi bertanya. Apakah profesor bisa lihat, raba dan pegang akal sehat Anda?"
"Ya tentu tidaklah," jawab profesor.
"Oh, jika begitu, maka menurut ilmu pengetahuan, karena tidak bisa dilihat, dipegang atau diraba, maka tidak ada itu namanya akal sehat. Berarti, profesor tidak punya akal sehat!" ungkap pemuda.
Profesor tertunduk diam dan tampak merenungkan perkataan tersebut.
Adapun iman itulah percaya yang sungguh akan hal perkara-perkara yang diharapkan, dan keyakinan akan hal perkara-perkara yang tiada kelihatan. (Ibrani 11:1, TL)
Beriman berarti yakin sungguh-sungguh akan perkara-perkara yang diharapkan, dan mempunyai kepastian akan perkara-perkara yang tidak dapat kita lihat. (TMV)
~ FG