Apakah sesuatu yang baik dari seseorang menjadi tidak relevan lagi lantaran ia melakukan kesalahan? Misalnya, masihkah kita mau menyanyikan lagu-lagu penyanyi, membaca buku-buku karya penulis, maupun mendengarkan pesan-pesan dari pembicara yang jatuh dalam pelanggaran?
Saya masih ingat yang pernah dibagikan seorang rekan yang melakukan kesalahan, "Belajarlah untuk selalu meninggalkan toilet, terutama toilet duduk, dalam keadaan tetap bersih saat keluar, supaya orang lain yang akan menggunakannya bisa merasa nyaman. Hal sepele sih, tapi tidak banyak orang yang mau atau peduli melakukannya."
Sampai detik ini saya masih mempraktikkan yang ia bagikannya itu. Dengan kata lain, jika untuk hal sederhana saja apa yang ia ajarkan tidak sia-sia, apalagi tentang hal yang lebih besar.
Kita pun masih membaca dan merenungkan amsal-amsal Salomo maupun mazmur-mazmur Daud, bukan?
Lagipula, kita masih bisa belajar sesuatu yang baik dan berarti dari seseorang yang mungkin telah berbuat salah, bukan? Terutama yang mau bangkit kembali, dan tetap bersemangat menjalani hidup ini. Apalagi, kita pun pasti tidak terlepas dari kesalahan dan pernah terjatuh, bukan? Namun, hendaknya selalu ingat, lebih baik menjadi mantan orang yang bersalah, daripada mantan orang yang benar.
"Pendisiplinan yang tidak disertai pengampunan bukanlah pendisiplinan yang kristiani." ―J. Wesley Brill
"When God saves someone, He instantly bestows on that person fitness for heaven. That fitness is Christ. Nothing can improve on that. Not even a long life of obedience and service here on earth makes a person more fit for heaven than he was the day he was saved. Our title to glory is found in His blood." ―William MacDonald
~ FG