Bersyukurlah bila memiliki keintiman serta keakraban dengan Tuhan. Sebab, melalui hubungan yang intim serta akrab secara demikian setiap hari, maka akan menghasilkan tuntunan, hikmat, serta karunia dari Tuhan.
Demikianlah yang dialami oleh Daniel, bahkan ketika di bawah pemerintahan raja-raja asing.
Setelah diangkut ke Babel, tentu Daniel tidak lagi memiliki orangtua atau pembimbing Yahudi untuk menuntunnya mengambil keputusan, namun kasihnya kepada Allah serta ketaatannya pada perintah-perintah-Nya telah tertanam dalam dirinya sejak muda sehingga ia mengasihi, melayani, serta takut akan Allah dengan sepenuh hati. Maka, ketika ada situasi yang mencoba mengalihkan atau meruntuhkan imannya, ia tetap percaya pada-Nya.
Daniel 1 : 8 – 9 (FAYH), "Tetapi Daniel sudah bertekad untuk tidak menajiskan diri dengan memakan makanan dan air anggur raja. Ia minta izin kepada kepala pegawai istana, agar dibolehkan makan makanan lain saja. Allah membuat kepala pegawai istana itu senang kepada Daniel dan menaruh simpati terhadap kesulitannya."
Daniel made up his mind not to harm himself by eating the king's rich food and drinking the king's wine. So he asked the chief–of–staff for permission not to harm himself in this way. God made the chief–of–staff kind and compassionate toward Daniel. (GWV)
Daniel 2 : 18 (BIS), "Disuruhnya mereka berdoa kepada Allah di surga supaya Ia berbelaskasihan kepada mereka dan mengungkapkan rahasia mimpi itu. Dengan demikian mereka tidak akan dihukum mati bersama para cerdik pandai yang lain."
Daniel meminta teman-temannya untuk berdoa kepada Allah yang di surga, agar Allah bermurah hati kepada mereka dan menolong mereka memahami rahasia itu. Kemudian Daniel dan teman-temannya tidak dibunuh beserta orang bijak lainnya yang ada di Babel. (VMD)
Kebulatan tekad serta hati Daniel untuk mengasihi, melayani serta takut akan Allah serta hanya mengandalkan Dia membuatnya beroleh hikmat dan karunia yang luar biasa dari-Nya. Dalam semuanya itu pun ia tetap mau rendah hati serta tidak gila harta, materi, maupun posisi. Daniel hanya terus dan tetap memuliakan, mengagungkan, mengandalkan Allah serta berserah dan berharap pada-Nya.
Daniel 5 : 11 – 12 (FAYH), "Sebenarnya di dalam kerajaan Baginda ada seorang yang mempunyai roh dewa-dewa kudus di dalam dirinya. Pada masa kakek Baginda masih hidup, orang itu ternyata memiliki terang hati dan akal budi. Ia sangat bijaksana dan memiliki pengertian seakan-akan dia sendiri adalah seorang dewa. Pada masa Raja Nebukadnezar, ia telah dijadikan kepala semua orang berilmu, para ahli perbintangan, para Kasdim, dan para ahli jampi di Babel. Panggillah orang yang bernama Daniel itu, yang oleh raja diberi nama Beltsazar, karena pikirannya penuh dengan pengetahuan dan pengertian ilahi. Ia dapat menafsirkan mimpi, menjelaskan perkara-perkara yang tersembunyi, dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan. Ia akan memberitahukan kepada Baginda apa arti tulisan itu."
There is a man in your kingdom who is full of the divine Holy Spirit. During your father's time he was well known for his intellectual brilliance and spiritual wisdom. He was so good that your father, King Nebuchadnezzar, made him the head of all the magicians, enchanters, fortunetellers, and diviners. There was no one quite like him. He could do anything--interpret dreams, solve mysteries, explain puzzles. His name is Daniel, but he was renamed Belteshazzar by the king. Have Daniel called in. He'll tell you what is going on here. (MSG)
Daniel 5 : 21 – 23 (FAYH), "Ia dihalau keluar dari istananya ke padang-padang rumput. Pikiran dan perasaannya menjadi seperti pikiran dan perasaan binatang, dan ia tinggal di antara keledai hutan. Ia makan rumput seperti sapi, dan tubuhnya basah oleh embun dari langit, sampai ia menginsafi bahwa Allah Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan-kerajaan manusia dan mengangkat siapa saja yang dikehendaki-Nya untuk memerintah atas mereka. 'Wahai Baginda Belsyazar, yang menggantikan dia, Baginda tahu akan semua ini, namun Baginda tidak rendah hati. Karena Baginda telah melawan TUHAN yang berkuasa di surga, dan membawa ke sini cawan-cawan ini dari Bait Allah. Baginda dengan para pejabat tinggi Baginda serta istri dan gundik mereka telah minum air anggur dari cawan-cawan ini sambil memuji dewa-dewa dari perak, emas, tembaga, besi, kayu, dan batu -- dewa-dewa yang tidak dapat melihat atau mendengar, dan yang tidak mengetahui apa-apa sama sekali. Tetapi Baginda tidak memuji Allah yang sudah mengaruniakan kepada Baginda nafas hidup dan yang berkuasa atas jalan hidup Baginda!'"
Bagaimana dengan kita akhir-akhir ini, terutama menjelang pergantian tahun baru, yang desas-desusnya akan semakin tak menentu? Akankah kita tetap mengasihi, melayani, serta setia mengikuti Allah kita? Ataukah justru sebaliknya, kita menjadi begitu serba-panik, khawatir, dan mengandalkan kekuatan diri sendiri?
~ FG