Kabarnya, seorang wanita paruh baya yang kaya raya sempat menjadi salah satu penumpang di kapal Titanic. Kita mungkin sudah tahu kejadian nahas yang menimpa kapal megah tersebut.
Nah, wanita kaya tersebut termasuk sempat diselamatkan dengan cara menerima kursi prioritas di sekoci penyelamat. Namun, sesaat sebelum kapal tenggelam, wanita itu tiba-tiba minta izin supaya diperbolehkan sejenak kembali ke kabinnya untuk mengambil barang-barang pribadi berharganya.
Dia hanya diberi waktu beberapa menit, jika tidak balik setelah waktunya habis, maka jatah kursinya akan diberikan ke penumpang lain. Buru-buru wanita itu berlari. Sesampainya di kabin, dia segera membuka brankas besinya, tampaklah sejumlah uang dan perhiasan-perhiasan mahalnya. Merasa waktunya sudah hampir habis, dia segera membawa yang diperlukan dan bergegas kembali ke sekoci.
Seseorang bertanya kepadanya apa sih yang dia ambil di kamarnya sampai rela hampir kehilangan jatah kursinya. Sambil napas tersengal-sengal, dia menjawab, "Saya mengambil sejumlah buah-buahan karena takut tidak ada yang bisa kita makan selama terapung-apung di laut nanti." Baginya saat itu nilai perhiasannya tidaklah terlalu berarti dibanding membawa stok makanan yang lebih perlu.
Bagaimana bila Saudara atau saya yang di posisi wanita tersebut?
Mungkin seperti banyak orang, malah akan menyelamatkan harta benda daripada keselamatan dirinya. Merasa materi lebih berharga dan berguna, padahal kematian sudah mengancam di depan mata. Mungkin ada yang beranggapan, "Ah, ngomong gampang. Coba kalau juga punya banyak harta, pasti akan bersikap demikian."
Apalagi banyak orang yang tujuan hidupnya lebih mengutamakan mencari dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya demi keamanan finansial. Memang tidak salah mengantisipasi masa depan dan memikul tanggung jawab demi orang-orang yang kita kasihi, namun sadarilah uang serta harta dapat lenyap begitu saja. Jadi, jangan berharap atau menggantungkan diri pada kekayaan.
1 Timotius 6 : 17 (TSI), "Nasihatilah orang-orang kaya supaya mereka tidak sombong dan jangan berharap pada harta duniawi yang tidak tetap, tetapi hanya berharap kepada Allah yang hidup. Karena dengan segala kekayaan-Nya, Allah bermurah hati menyediakan segala keperluan kita agar kita menikmati berkat-Nya itu."
Katakanlah kepada yang kaya supaya mereka jangan sombong dan jangan menggantungkan diri kepada uang yang akan segera lenyap, melainkan kebanggaan dan kepercayaan mereka hendaknya di dalam Allah yang hidup, yang dengan limpahnya selalu memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. (FAYH)
Tell the believers who are rich here in this present world that they should not be proud, and that they should not trust in their many possessions, because they cannot be certain how long they will have them. Teach them that they should not trust in their wealth. Instead, they should trust in God. He is the one who abundantly gives us everything we have in order that we may enjoy it. (DEIBLER)
Jangan juga seperti jemaat di Laodikia yang pernah ditegur Tuhan Yesus melalui hamba-Nya, rasul Yohanes, karena mereka mengira kaya, padahal sesungguhnya mereka miskin. Meski tinggal di kota yang makmur, tetapi mereka miskin secara rohani.
Wahyu 3 : 17 (TSI) "Karena kalian masing-masing berpikir, 'Saya sudah kaya. Harta yang saya kumpulkan sudah cukup sehingga saya tidak akan mengalami kekurangan lagi.' Tetapi kalian tidak menyadari bahwa secara rohani kalian sangat miskin, tanpa harapan, melarat, buta, dan telanjang."
You are saying, 'Because we have all that we need spiritually, we are like rich people who have acquired a lot of wealth. We lack nothing!' But you do not realize that you are lacking in so many ways spiritually that you are like people who are very wretched and pitiful, poor, blind, and naked. (DEIBLER)
~ FG