"Jangan nangis." Mungkin kita sering dibegitukan dulu oleh orangtua kita. Setidaknya sih saya.
Sebagai pria apalagi, sering kali akan membentuk karakteristik pantang menangis atau menunjukkan kelemahan ataupun perasaan. Kita menjadi kaku, padahal sebenarnya di dalam hati dan diri itu lemah dan rapuh.
Pernahkah seperti itu, kita seakan menahan-nahan dan bersikeras untuk tidak menjadi apa adanya, khususnya terhadap orang-orang yang kita kasihi seperti anak-anak maupun pasangan serta orangtua? Saya pernah. Sering bahkan. Jika demikian, kadang malah itu menandakan adanya sikap keangkuhan, kesombongan, dan kecongkakan dalam diri kita.
Tuhan Yesus pernah meneteskan air mata, bahkan mungkin lebih dari itu, terisak-isak bukan?
Yohanes 11 : 35, "Maka menangislah Yesus."
Air mata Yesus berlinang-linang. (FAYH)
Air mata serta menangis bukanlah tanda kelemahan, melainkan kepedulian, kesungguhan, ketulusan, serta kerendahan hati.
Tuhan Yesus menangis pada ayat di atas dalam bahasa aslinya menyatakan, Ia tersedu-sedu, lalu terisak. Dia menangis. Bukti kasih yang dalam, tulus, penuh empati bagi Saudara, orang lain, dan kita semua. Ia pun adalah kasih.
Kita tahu betapa Allah mengasihi kita, karena kita telah merasakan kasih-Nya dan karena kita mempercayai-Nya ketika Ia mengatakan bahwa Ia sangat mengasihi kita. Allah itu kasih, dan siapa yang hidup di dalam kasih, hidup bersama dengan Allah dan Allah hidup di dalamnya. (1 Yoh 4 : 16 FAYH)
Rasul Paulus menyebutkan pula bahwa ia melayani Tuhannya dengan air mata (lih Kis 20 : 31, 2 Kor 2 : 4, Flp 3 : 18). Air mata baginya bukan tanda bahwa ia lemah, sebaliknya karena melihat umat manusia yang jahat oleh sebab dosa, Injil yang diputarbalikan, serta akibat dari menolak Tuhan.
Dan jika kita sulit menyatakan ekspresi kesedihan maupun air mata, bukankah juga akan kesulitan mengekspresikan sukacita ataupun rasa bahagia sejati yang mengalir serta meluap-luap dari dalam hati dan diri kita?
Kapankah terakhir kali kita menitikkan air mata? Kapankah kita belakangan ini benar-benar bersukacita?
1 Tesalonika 5 : 16, "Bersukacitalah senantiasa."
Be happy [in your faith] and rejoice and be glad-hearted continually [always]. (AMP)
"Semakin kuat seorang pria, sesungguhnya ia akan semakin lemah lembut (bukan lemah gemulai, melainkan sikap hati yang mau dibentuk, tunduk, serta mudah diarahkan oleh-Nya)." ~ Edwin Louis Cole
~ FG