Mungkin Saudara pernah mendengar Principle of Double Effect atau prinsip efek ganda. Tutur teori tersebut, "The greater the power anything has for good, the greater the power it correspondingly has for evil," semakin besar kekuatan yang dimiliki sesuatu untuk kebaikan, semakin besar pula kekuatan yang dimilikinya berpotensi digunakan untuk kejahatan.
Misalnya, Internet dan lain-lain.
Namun, hari ini kita coba bahas potensi kita sebagai manusia.
Masing-masing kita memiliki pilihan. Setiap hari. Terhadap berbagai kesempatan, waktu, uang, dan lainnya. Apakah akan kita gunakan untuk sesuatu yang baik dan menjadi berkat, ataukah demi kepentingan sendiri serta merugikan orang lain?
Sering kali mungkin kita masih mengerjakan apa yang bertentangan dengan hal benar. Seperti yang diakui rasul Paulus. Bahkan, sekelas beliau dapat mengalaminya, karena memang godaan atau pencobaan tak pernah absen dari kehidupan kita selama di dunia.
Roma 7 : 15 (BIS), "Sebab saya sendiri tidak mengerti perbuatan saya. Hal-hal yang saya ingin lakukan, itu tidak saya lakukan; tetapi hal-hal yang saya benci, itu malah yang saya lakukan."
Bahkan saya sendiri tidak mengerti kelakuan saya. Saya tidak melakukan hal-hal yang baik, padahal yang baik itulah yang sebenarnya ingin saya lakukan. Sebaliknya, saya malah melakukan hal-hal yang jahat, yang sama sekali tidak ingin saya lakukan. (TSI)
Saya sama sekali tidak dapat memahami diri saya sendiri, karena sebenarnya saya ingin melakukan hal yang baik, tetapi saya tidak dapat. Saya melakukan hal-hal yang tidak saya kehendaki -- hal-hal yang saya benci. (FAYH)
John Wycliffe mengomentari pengalaman rasul besar tersebut, bahwa pernyataannya seperti berasal dari orang yang bingung, walaupun Paulus bukan tidak mengerti apa yang salah. Persoalannya ialah bagaimana mengatasi hal yang salah tersebut. Bukan diri Paulus—maupun kita semua—yang sesungguhnya ingin berbuat jahat, melainkan dosa. Ia pun bukan berupaya mengelak dari tanggung jawab, melainkan mengakui dosalah yang dapat membuat diri kita menjadi jahat.
Full Life Notes menyadarkan, orang-orang yang berusaha menaati Allah tanpa kasih karunia Kristus yang menyelamatkan, akan menyadari mereka tidak sanggup melaksanakan maksud baik hati. Hanya di dalam Tuhan kitalah, Yesus Kristus, Allah menyediakan jalan keluar dari pencobaan sehingga kita dapat menanggungnya. Karena itu, kita selalu butuh dekat dengan Roh Kudus, peka akan hadirat serta kuasa dan tuntunan-Nya..
Kehidupan ini pun merupakan medan tempur antara sifat dosa dan Roh Allah. Dosa ibarat tiran atau tuan yang selalu mencoba memikat pada ketidakbergantungan pada Allah, serta menonjolkan diri sendiri.
Sifat dosa tidak musnah atau hilang begitu saja saat kita menerima keselamatan dari Tuhan Yesus, melainkan secara potensial dapat dijadikan tidak bekerja. John Utley menyatakan, kesinambungan ketidakberdayaan dosa tergantung dari kerja sama kita dengan Roh Allah. Keselamatan dan iman merupakan suatu proses harian yang mulai ataupun berakhir atas keputusan harian kita.
Kita memiliki sifat keilahian, seiring itu sifat kejatuhan juga. Secara potensial, dosa sudah dibuat tidak bekerja, namun pengalaman manusia menunjukkan kecondongan untuk mengikuti kehendak pribadi yang tidak mengarah pada Allah. Sebab, ada pertentangan harian antara kedua sifat itu.
Kiranya Allah menolong kita saat menuju kedewasaan rohani, persekutuan erat dengan-Nya, dan dan menang dalam pertentangan harian melawan kejahatan.
~ FG