Sepasang suami-istri sama-sama melihat satu huruf, tetapi dari arah yang berbeda. Dari depan, sang suami mengatakan huruf M. Di sisi sebaliknya, istri mengaku malah huruf W. Mereka berdua pun mengotot anggapan masing-masinglah yang paling benar.
Kemudian, datang putri mereka dan melihat dari kanan, lalu berkata, itu angka 3. Setelah itu, putra mereka tiba dari sebelah kiri serta mengatakan, itu huruf E. Jadi, siapa dan manakah yang benar?
Banyak kita mungkin mengalami seperti itu, tidak mau mencoba melihat dari arah atau sudut pandang yang berbeda, dan merasa diri paling benar. Padahal, apabila mau mengalah serta memahami, maka tidak perlu berselisih.
Apalagi kita juga begitu sering melihat dari sisi sendiri saja daripada cara Tuhan melihatnya. Cobalah lihat dari sisi-Nya, dari sisi pasangan hidup kita, ataupun orang lain. Sebab sisi kita terkadang bisa saja salah. Dan perlu usaha ekstra untuk bersabar serta mempertimbangkan dari sisi lainnya.
Dalam Matius 21 : 28 – 31 dari versi bahasa Indonesia, kita akan membaca bahwa anak yang kedualah yang melakukan kehendak bapanya. Sedangkan, dalam terjemahan bahasa Inggris maupun Mandarin berbeda, yaitu justru anak pertama yang akhirnya mengerjakan kehendak ayahnya. Manakah yang benar?
Sama-sama benar, namun hal terpenting ialah melakukan kehendak bapanya—atau dalam hal ini, kehendak Bapa surgawi kita.
Mungkin saat ini kita pun sedang melihat keadaan hidup kita kacau-balau, masa depan seperti tak menentu, dan banyak hal negatif lainnya. Tetapi percaya dan tetaplah berharap kepada Tuhan. Ia dapat melihat, mengubahkan, dan menyediakan yang terbaik bagi kita anak-anak-Nya yang mau terus mengasihi, mengandalkan, serta mengikut Dia.
2 Korintus 12 : 9 (TSI), "Tetapi Tuhan menjawab, "Kebaikan hati-Ku sudah cukup bagimu! Karena kuasa-Ku menjadi sangat nyata ketika kamu lemah." Jadi, jauh lebih baik saya membanggakan kelemahan-kelemahan saya, supaya saya merasakan kuasa Kristus melindungi saya."
Dan Dia berfirman kepadaku, "Cukuplah anugerah-Ku bagimu, sebab dalam kelemahanlah kuasa-Ku disempurnakan." Oleh karena itu aku akan lebih suka lagi bermegah dalam kelemahanku supaya kuasa Kristus dapat tinggal tetap di dalamku. (MILT)
Setiap kali Ia berkata: "Tidak. Tetapi Aku menyertai engkau. Hanya itu yang kauperlukan. Kuasa-Ku dapat diperlihatkan dengan jelas di dalam orang yang lemah." Sekarang saya bergembira dapat menjadi pernyataan yang hidup dari kuasa Kristus, dan bukannya memamerkan kuasa dan kecakapan saya sendiri. (FAYH)
"So that very thing that looked like it was a handicap when I was a kid, God didn't cause it, but He would use it in preparation for what He has me to do. It wasn't a handicap. It's almost as if I was practicing. I just didn't know I was practicing. Let me say this one more time so you will really understand what I'm saying: that thing from your past—whatever that is—God didn't cause it, but He will use it in preparation for what He has you to do. Somebody may need to hear your story you've been practicing, you just didn't know you're practicing." —Michael, Jr
(Hal yang tampaknya merupakan kekurangan bagi saya ketika masih kecil, bukan Tuhan yang menyebabkannya, tetapi Dia sanggup menggunakannya sebagai persiapan untuk apa yang Ia ingin saya lakukan. Jadi, itu bukanlah kelemahan atau kekurangan, melainkan hampir seperti sebuah latihan yang belum saya ketahui waktu itu. Izinkan saya mengatakan ini bahwa hal-hal dari masa lalu Saudara—apa pun itu—Allah mampu menggunakannya sebagai persiapan untuk apa yang Dia ingin Anda kerjakan. Seseorang mungkin perlu mendengar pengalaman kesaksian hidup Saudara.)
~ FG