Seringkah kita merasa sudah tahu segalanya, lalu enggan untuk bertanya? Padahal, kita masih bisa belajar dari orang lain, siapa pun mereka dan berapa pun usianya.
Amsal 27 : 17 (TMV), "Sebagaimana besi mengasah besi, demikianlah manusia belajar daripada satu sama lain."
Karena itu, kita perlu rendah hati.
Paulus pernah menegur Petrus, atau Kefas, sewaktu ia bersikap salah (Gal 2 : 11 – 14). Namun puji Tuhan, menurut Full Life Note, Petrus pun menyadari kesalahannya serta menerima teguran Paulus dengan rendah hati, sikap menyesal, dan di kemudian hari menyebut Paulus sebagai saudara yang terkasih (2 Pet 3 : 15).
Bagaimana dengan kita?
Jika merasa berat ataupun tidak mau menerima masukan, nasihat maupun teguran dari orang lain, bagaimana bisa kita menyambut ajaran, didikan serta disiplin dari-Nya?
Matthew Henry pun pernah berkata, "Ada keuntungan dari sebuah percakapan. Satu orang saja sebenarnya bukanlah siapa-siapa. Dan memelototi buku di sudut ruang pun tidak akan membawa hasil lebih dibandingkan membaca serta belajar dari sesama. Sebab percakapan yang bijak dan bermanfaat menajamkan kecerdasan orang. Dan orang yang memiliki begitu banyak pengetahuan bisa menambah lebih banyak lagi pengetahuannya melalui bercakap-cakap. Seseorang diasah, diperhalus, dicerahkan, dan disegarkan—yang sebelumnya kasar, tumpul, serta malas—melalui percakapan. Meski demikian, bijaklah juga dengan siapa kita meminta nasihat."
Amsal 18 : 15 (BIS), "Orang berbudi selalu haus akan pengetahuan; orang bijaksana selalu ingin mendapat ajaran."
Orang yang bijaksana selalu ingin belajar lebih banyak sehingga mereka mendengar lebih dekat, untuk mendapatkan pengetahuan. (VMD)
Orang bijaksana terbuka untuk menerima gagasan-gagasan baru, bahkan ia selalu mencarinya. (FAYH)
~ FG