Kita mungkin sudah mendengar berita viral tentang seorang aktor yang menampar sang MC atau pembawa acara pada even penghargaan sinema Amerika, Academy Award, beberapa waktu yang lalu.
Apa pun alasannya untuk marah, dan meski MC mungkin juga bersalah karena terlewat bercanda yang menjurus pada kondisi kesehatan istri aktor yang geram tersebut, mestinya ia bisa menguasai diri, mengajak berbicara empat mata seusai acara, dan bukannya disetir amarah ataupun ketidaksabaran.
Bagaimana dengan kita? Bila boleh jujur, sering kali pun kita demikian, tidak mampu mengendalikan emosi. Saya juga masih belajar untuk bersabar. Mintalah pertolongan Tuhan untuk menguatkan, memulihkan serta memampukan kita.
Salah satu momen menarik ialah ketika sineas senior menenangkan serta mengingatkan aktor tadi, "At your highest moment be careful, that's when the devil comes for you," atau berhati-hatilah ketika engkau berada di puncak, sebab justru semakin tinggi sebuah pohon maka semakin kencang pula anginnya. Dengan kata lain, kita cenderung lupa diri saat sudah merasa sukses atau lebih daripada orang lain.
Prestasi atau keberhasilan sebesar apa pun agaknya kurang pas rasanya serta percuma pada akhirnya apabila tanpa memiliki karakter kesabaran maupun penguasaan diri.
Amsal 16 : 32, "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota."
Orang yang lambat marah lebih baik daripada orang yang perkasa; menguasai diri lebih baik daripada menguasai bala tentara. (FAYH)
Moderation is better than muscle, self-control better than political power. (MSG)
Bukannya tidak boleh marah ataupun mengekspresikan emosi memang, tetapi janganlah sampai mau larut serta diperbudak oleh amarah sepanjang waktu sehingga menjadi kebiasaan, tidak memiliki pengendalian diri maupun kerelaan untuk mengalah serta mengampuni.
Padahal, siapakah diri kita kalau bukan karena pertolongan, kasih karunia, dan kemurahan-Nya?
~ FG