Sehari yang lalu, kita telah membaca pentingnya berkat penyertaan Tuhan. Hari ini pun kita sedikit mengulas topik tersebut, tetapi terkait Tabut Perjanjian Allah.
Tabut atau peti itu sendiri berisi dua loh batu yang terukir sepuluh hukum Taurat, serta beberapa perkakas lainnya. Pada masa Perjanjian Lama, tabut tersebut melambangkan kehadiran Allah, bahwa Ia menyertai umat-Nya. Jadi, tidak boleh macam-macam atau main-main dengannya.
Suatu hari, peti itu dirampas bangsa Filistin sehingga mereka mengalami akibat yang fatal (baca kitab 1 Samuel 5). Kemudian, dikembalikan ke Israel, lalu disimpan di Kiryat-Yearim, sekitar sejauh 16 km dari Yerusalem, yaitu tempat serta posisi yang seharusnya berada.
Singkat cerita, Daud ingin mengembalikan pada posisi yang semestinya, atau mereposisi Tabut Perjanjian tersebut, karena sepanjang masa pemerintahan raja Saul diabaikan, alias tidak diperhatikan. Raja Saul acuh tak acuh terhadap tabut. Berbeda dengan raja Daud maupun Salomo. Menarik pelajaran dari hal itu, bagaimana dengan kita, apakah sekarang ini pun sedang mengabaikan kehadiran maupun cuek terhadap teguran serta didikan dari Tuhan?
2 Samuel 6 : 1 – 2, "Daud mengumpulkan pula semua orang pilihan di antara orang Israel, tiga puluh ribu orang banyaknya. Kemudian bersiaplah Daud, lalu berjalan dari Baale-Yehuda dengan seluruh rakyat yang menyertainya, untuk mengangkut dari sana tabut Allah, yang disebut dengan nama TUHAN semesta alam yang bertakhta di atas kerubim."
Namun, entah ketidaktahuan ataupun ketiadaan rasa hormat dan takut pada Tuhan, maka Uza yang mengendalikan kereta baru untuk mengangkut, ia menyentuh tabut itu. Padahal, hanya para imam yang boleh menyentuhnya. Akibatnya, ia mati.
Menurut catatan Full Life pun, umat mengira Tabut Perjanjian menjamin perkenanan serta kuasa Allah, tanpa syarat apa pun. Padahal, tidak serta-merta demikian, sebab sebuah lambang dari hal-hal rohani tak dengan sendirinya memastikan realitas apa yang dilambangkan. Dengan kata lain, Allah memang menyertai dan tetap tinggal bersama umat-Nya selama mereka berusaha memelihara hubungan dengan-Nya.
Demikian pula, hal rohani apa pun takkan terlalu memberi manfaat bagi kerohanian kita apabila tidak sungguh tunduk pada-Nya ataupun hidup di jalan yang benar.
Hidup kita mungkin sudah direposisi Tuhan. Dari gelap ke terang. Dari dosa menuju pengudusan. Dari padang gurun pada kebun penuh buah-buahan. Dari kekecewaan, kegagalan, serta tanpa pengharapan, berpindah ke sukacita, damai sejahtera dan berpengharapan. Yakinlah, Ia dapat mereposisi, mengubah, memberkati apa pun yang ada dalam kehidupan kita.
Jika Ia memakai kehidupan kita, janganlah lagi mengantikan posisi-Nya dengan mengandalkan yang lain seperti uang, pengalaman, kekuatan, kepintaran, pendidikan, orang lain dan lainnya.
~ FG