Daud sebagai raja, pernah jatuh dalam dosa. Hidupnya yang serbaenak serta mewah mungkin membuatnya terlampau mengandalkan diri serta menuruti keinginan sendiri, sehingga sikap militan ataupun berapi-apinya melempem sehingga mengakibatkan kegagalan moral maupun rohani.
Ia mengambil Batsyeba, istri Uria (2 Sam 11 : 1 – 4). Bahkan, membuat siasat agar suaminya pulang ke rumah setelah dari medan perang, namun enggan karena jiwa patriotnya. Memang satu kejahatan atau kebohongan akan menuntun pada perbuatan jahat dan dusta yang lain.
Keesokannya, Daud membuat Uria mabuk agar pulang saja ke rumahnya, namun sekali lagi ia tidak mau kembali demi kesetiakawanannya (2 Sam 11 : 13). Hingga akhirnya, raja Daud menulis surat ke Yoab melalui perantaraan Uria—perantaraan Uria!—berisikan supaya menempatkan Uria di barisan depan pertempuran, tanpa bala bantuan, agar terbunuh. Hukuman mati secara tidak langsung sudah ada di tangannya sendiri. Bayangkan, bagaimana bila Uria mengetahui isi surat tersebut.
Apa yang dilakukan Daud dapat menjadi peringatan bagi kita supaya waspada, tidak menginginkan hal jahat, ataupun mencobai Tuhan. Ia Allah yang Mahatahu. Kita akan menjadi begitu jauh serta jatuh begitu dalam bila memberontak, membelakangi Allah atau menolak pimpinan Roh Kudus.
Meski ia bertobat dan menerima pengampunan dari Allah, ada dampak dosa dalam hidup Daud. Ini pun mengingatkan kita, pulihnya hubungan seseorang dengan Allah bukan berarti akan lolos dari hukuman jasmani ataupun terbebas dari dampak dosa tertentu. Jika kita jujur, mungkin kita pun menyadari serta mengalaminya.
Mari sungguh-sungguh bertobat, arahkan hati kita kembali kepada Allah, dan hidup dalam kerendahhatian setiap hari di hadapan-Nya.
1 Korintus 10 : 12, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!"
Jadi, berhati-hatilah. Kalau Saudara mengira, "Mustahil saya akan berbuat demikian", hendaklah Saudara waspada karena Saudara juga mungkin jatuh ke dalam dosa. (FAYH)
~ FG