"Sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14)
Saya masih ingat saat Bacharuddin "Rudy" Jusuf Habibie menceritakan pengalamannya ketika tidak punya apa-apa untuk dimakan, selain sebuah apel sewaktu masih studi di Jerman.
Dan kala tiada tempat baginya untuk sembahyang atau beribadah di masjid di sana, maka ia putuskan untuk masuk ke sebuah gereja lalu berdoa di dalamnya, di barisan paling belakang sambil mengatakan bahwa bukankah Allah itu satu, dan sesungguhnya kita memiliki Tuhan yang sama.
Ya, walau B J Habibie telah tutup usia pada 11 September 2019 yang lalu, almarhum sudah memberikan banyak teladan maupun warisan yang baik bagi kehidupan maupun bangsa ini.
Kita semua pun akan mengalami harinya di mana harta, prestasi atau apa pun akan kita tinggalkan, namun teladan hidup yakni warisan rohani, itulah yang akan tetap bertahan di dalam kehidupan orang-orang.
"Ketika saat kematian Daud mendekat, ia berpesan kepada Salomo, anaknya: 'Aku ini akan menempuh jalan segala yang fana, maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki. Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya, seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju.'" (1 Raja-raja 2:1-3)
B J Habibie pun mengatakan, where there's a will there's a way. Ketika kita benar-benar memfokuskan pikiran untuk mencapai sesuatu, pasti ada jalan maupun solusi. Terutama, jangan lupa menyertakan atau mengandalkan Tuhan.
"Saya katakan kalau Tuhan Yang Maha Esa panggil saya dan saya disuruh pilih 100 persen imtak (iman) atau 100 persen iptek, yang saya pilih adalah 100 persen imtak. Tapi, kalau saya boleh pilih, saya mau dikasih dua-duanya agar seimbang," beliau pernah berujar.
Beliau yang mendapat julukan Mr. Crack—karena menemukan rumus perhitungan keretakan (crack progression theory) saat mempelajari fenomena kerusakan pada konstruksi pesawat, terutama bagian sayap dan badan akibat guncangan selama lepas landas maupun mendarat—serta pecinta buku dan rajin olahraga renang ini pernah menceritakan juga ketika ayahandanya wafat, ibundanya terpaksa mengirim Rudy remaja ke Jawa untuk belajar.
Rudy yang saat itu berusia 13 tahun memahami pilihan ibunya yang mengirimnya berlayar 3 hari 3 malam dari Parepare, Sulsel. "Saat itu ibu mengatakan, 'Saya tidak mau melepasmu sendiri, tapi saya harus melaksanakan agar kamu selalu nomor satu dan selalu menjadi panutan, kamu harus laksanakan tugasmu,'" kenangnya akan ibundanya.
"Jadilah mata air bagi kehidupan orang lain." ―B J Habibie
~ FG