Senin yang lalu, putra kami Jhesua Caleb (usia lima tahun) menjalani perawatan, pembersihan serta penambalan untuk salah satu bagian giginya yang sakit. Istri saya pun membawanya ke puskesmas.
Saat hendak diperiksa, terutama ketika harus duduk di kursi pemeriksaan oleh dokter giginya, wajah putra kami terlihat ketakutan, namun ia pun seperti memberanikan diri supaya dapat diobati serta segera mengalami kesembuhan.
Contoh yang sangat simpel, namun mengandung nilai kebenaran yang boleh kita pelajari pula.
Kita pun tentu sering mendengar, keberanian bukanlah tiadanya rasa takut, melainkan tetap mau melangkah maupun berani menjalani apa pun hal baik yang perlu kita lakukan meski ada unsur ketakutan.
Ps. T. D. Jakes pernah mengungkapkan bahwa, dari sekian banyak orang hebat serta bernama besar yang pernah beliau wawancari maupun habiskan sejumlah waktu bersama, mereka pun rata-rata mempunyai dan pasti mengalami rasa takut, tapi bagaimanapun mereka tetap mau menghadapi rasa takut tersebut, sembari tetap melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan.
Bagaimana dengan kita? Terutama dalam hal-hal baik yang telah Tuhan rancangkan serta percayakan bagi hidup kita? Masihkah mengizinkan ketakutan, kekhawatiran, trauma, kekecewaan yang menguasai, ataukah merelakan Dia bekerja melalui kita sehingga menjadi berkat untuk banyak orang serta kemuliaan bagi nama-Nya oleh sebab bukanlah karena kekuatan maupun kemampuan kita sendiri, melainkan dengan bantuan, pertolongan serta kekuatan yang dari-Nya?
"Don't allow the fear of what other people think keep you from spreading your wings" (Jangan izinkan rasa cemas terhadap apa pendapat ataupun perkataan dan pemikiran semua orang begitu saja mencegah potensi diri kita untuk terus maju bersama Tuhan). ~ Sarah Jakes Robert
Orang yang menikmati kasih Allah, tidak mengenal perasaan takut; sebab kasih yang sempurna melenyapkan segala perasaan takut. Jadi nyatalah bahwa orang belum menikmati kasih Allah dengan sempurna kalau orang itu takut menghadapi Hari Pengadilan. (1 Yohanes 4:18, BIS)
~ FG