Sebagai manusia, kita selalu saja bisa mempunyai bahan-bahan untuk dikomplainkan, bukan? Mulai dari makanan, antrean di tempat-tempat tertentu seperti RS dan lainnya, rumah yang berantakan, sikap tidak mengenakkan dari seseorang, perlakuan kurang maksimal sebuah hotel, ataupun kinerja rekan kerja di kantor dan masih banyak lagi lainnya.
Namun, sesungguhnya apakah yang menjadi motivasi kita melakukan itu? Sebab sering kali sebenarnya semuanya lebih pada soal atau masalah hati daripada apa pun yang terjadi atau menimpa kita. Bahkan, mengeluh atau berkeluh-kesah dan komplain pun merupakan suatu "skill" atau kemampuan, yang bila terus-menerus diasah, akan makin ahli atau terbiasa. Di manapun, kapan pun, terhadap siapa pun, serta saat menghadapi berbagai situasi.
Boleh-boleh saja dan sah untuk komplain atau mengkritik, asal selaras tujuannya memberi masukan dan merupakan peluang demi perbaikan. Apalagi, level tertinggi untuk menangani hal-hal yang terjadi di luar diri kita adalah berserah total kepada Tuhan, sembari mengerjakan bagian kita.
Karena itu, tetaplah miliki sikap hati yang bersyukur, apa pun yang terjadi. Tentu hanya hitungan jari orang yang mau atau mampu melakukannya, serta lebih mudah sekadar teori ketimbang sungguh-sungguh menerapkannya.
Yakobus 1 : 2 (BSD), "Saudara-saudara, bergembiralah meskipun kalian mengalami banyak masalah."
"Saudara sekalian yang saya kasihi, apakah kehidupan Saudara sedang dilanda berbagai kesulitan dan cobaan? Kalau demikian, bergembiralah." (FAYH)
Lagipula, pastilah ada banyak orang lain yang mengalami hal-hal ataupun sesuatu yang lebih buruk dari yang tengah kita alami ataupun hadapi serta coba keluhkan, bukan?
Roma 8 : 28 (FAYH), "Dan kita tahu bahwa segala sesuatu yang terjadi atas diri kita adalah untuk kebaikan kita, jika kita mengasihi Allah dan menyesuaikan diri dengan rencana-rencana-Nya."
What lies behind you and what lies in front of you, pales in comparison to what lies inside of you. ~ Ralph W. Emerson
~ FG