Kalau belum pernah benar-benar mengetahui latar belakang hidup seseorang, mengapa kita cenderung menilai serta menghakimi kehidupan mereka?
Zofar yang berasal dari Naama, salah satu sahabat Ayub, selain Elifas dan Bildad, yang pernah menuduh Ayub bahwa ia sedang melakukan dosa tertentu sehingga mengalami penderitaan berat seperti itu (Ay. 11:1-20). Zofar pun, menurut suatu referensi, merupakan seorang yang sikapnya kasar, serta sering hanya mengandalkan pemikiran sendiri atau pandangan akal manusia.
Ia menuduh penderitaan Ayub pasti disebabkan oleh hidupnya yang tidak benar di mata Allah, dan bahwa jika Ayub mau melihat dari sudut pandang Allah, merendahkan diri, maka ia akan menyadari semua penderitaannya itu hanya sedikit! Ia menganggap Ayub membenarkan diri, serta keras kepala. Betapa tajamnya terkadang kritikan dari orang-orang. Padahal, orang benar sekalipun belum tentu akan terlepas dari kemalangan.
Zofar, seperti mungkin halnya kebanyakan kita, membuat pernyataan ataupun penilaian dari dugaan-dugaan, tanpa mengerti faktor kebenaran atau kenyataan yang terjadi dalam hidup Ayub.
Ayub pun hanya bisa mengadu kepada Allah.
Ayub 13:1-3, "Sesungguhnya, semuanya itu telah dilihat mataku, didengar dan dipahami telingaku. Apa yang kamu tahu, aku juga tahu, aku tidak kalah dengan kamu. Tetapi aku, aku hendak berbicara dengan Yang Mahakuasa, aku ingin membela perkaraku di hadapan Allah."
Bagaimana dengan kita, apakah sering kali menjadi pihak yang menghakimi seperti Zofar tersebut, ataukah mengalami penilaian dan penghakiman seperti apa yang pernah dialami oleh Ayub?
Marilah belajar menjaga perkataan, hati, dan pikiran kita agar tidak mudah segera memberi penilaian ataupun penghakiman terhadap orang-orang lain, sebab kita sendiri mungkin tidak akan mampu bertahan apabila berada dalam posisi maupun pergumulan yang sedang mereka alami. Lagipula, Tuhan pun mungkin sedang memproses kehidupan mereka demi kebaikan, serta tujuan yang lebih mulia.
Kisah Para Rasul 14:22 (FAYH), "Dan di tempat itu mereka menolong orang-orang percaya tumbuh dalam kasih kepada Allah dan kepada sesama mereka. Kedua rasul itu menganjurkan agar mereka tetap beriman, walau mengalami banyak penganiayaan sekalipun, sambil mengingatkan bahwa mereka harus memasuki Kerajaan Allah dengan mengalami banyak sengsara."
Putting muscle and sinew in the lives of the disciples, urging them to stick with what they had begun to believe and not quit, making it clear to them that it wouldn't be easy: "Anyone signing up for the kingdom of God has to go through plenty of hard times." (MSG)
~ FG